Mendidik Heart, Head and Hand

Mendidik Heart, Head and Hand. Tak kan ada kesuksesan melainkan tulus diniatkan dari hati yang terdalam. Begitulah petikan singkat dari wawancara bersama ibu kepala sekolah yang kudatangi pagi tadi. Beliau dengan niat dan tekadnya mampu membawa sekolah dasar yang dulunya biasa saja menajdi tempat belajar yang diperhitungkan di bilangan kota Malang.


Tugas kuliah untuk materi supervisi pendidikan harus berbasiskan riset/ penelitian, begitulah dosen kami Prof. Dr. H. Djunaidi Ghony ketika menyampaikan pengantar perkuliahan di awal pertemuanya. Karena itu, setiap dari kami harus menuliskan kajian pustaka, juga melampirkan hasil penelitian di lapangan. Penelitian ini memang tidak terlalu mendalam, namun cukup untuk lebih memahamkan kami pada tataran kenyataan yang ada di lapangan. Mendidik Heart, Head and Hand.

Pagi tadi (30/5/2014) saya bersama teman pergi ke Sekolah Dasar Negri SDN 01 Mulyoagung, Dau, Malang. Disana kami bertemu ibu kepala sekolah, Ibu Siti begitulah guru dan siswa memanggilnya. Kami berbincang tentang supervisi kepala sekolah, khususnya dalam bisang pembelajaran.

Mendidik Heart, Head and Hand. Apa yang kami dapatkan adalah sebuah cerita panjang nan kompleks, namun satu hal yang membuat kami terkagum, niat tulus dan kegigihan beliau dalam mengembangkan lembaga pendidikanya. Kadang saya berfikir, bagaimana bisa ibu ini menggerakkan semua elemen yang ada di sekolah hingga masyarakat sekitar untuk memajukan pendidikanya, cerita demi cerita pun berlanjut dan kami asyik mendengarnya.

Bila diungkapkan semua ceritanya, mungkin perlu berleembar-lembar, namun akan disingkat saja. Ibu kepala sekolah selalu menitik beratkan pada hasil akhir dari proses pendidikan. Ketika hasil akhir yang diharapkan baik, maka prosesnya juga harus baik, bahkan hingga guru-gurunya pun harus baik. Hal ini senada dengan pernyataan K.H. Imam Zarkasyi, “Metode Mengajar lebih penting daripada materi, Guru lebih penting daripada metode, dan ruh guru lebih penting daripada guru itu sendiri”.

Apa yang terjadi di lapangan, ternnyata berbeda jauh dengan apa yang ada dalam lembaran buku. Bila di buku diterangkan baagaimana teknikk-teknik supervisi yang beraneka ragamnya, dalam lapangan kami mendapatkan terkadang hanya satu pendekatan/ metode dalam menjalankan supervisi pembelajaran.
Dari semua yang dikemukakan ibu kepsek, inti utama adalah ketanggapan kepala sekolah akan isu yang ada. Ketika ada sebuah isu yang diperkirakan akan memberikan dampak negatif, ibu ini langsung mengumpulkan guru-gurunya untuk dirembukkan bagaimana baiknya. Inti pertanyaanya, mau dibawa kemana anak-anak ini, menurut ibu/bapak guru yang bersangkutan bagaimana pelaksanaanya. Dengan adanya musyawarah dan keterbukaan guru-guru dalam forum, maka masalah akan lebih cepat terselesaikan dan prespektif tiap guru dapat kembali kepada jalur utama, jalur untuk mensukseskan siswa.

Selain itu, setiap interaksi adalah proses pendekatan dan pemahaman seerta pemberian bimbingan bagi guru-guru. Disaat guru-guru meminta tanda tangan untuk RPPnya, disitu bisa dimasukkan koreksian dan saran-saran untuk lebih memajukan siswa. Ketika bertemu di ruangan guru, ataupun dalam kantin, merupakan wahana sharing yang lebih efektif. Selain guru tidak merasa terbelenggu, mereka juga merasa bebas mengungkapkan keluhan dan hambatan yang dialaminya. Keterbukaan dan kejujuran menjadi kunci utama dalam interaksi ini.

Hasil evaluasi seperti nilai ulangan, try out UN dan hasil ujian menjadi cermin dari usaha tiap guru. Apa yang kurang perlu diperbaiki, yang baik perlu diberikan reward. Kekurangan yang ada cukup ditunjukkan kepada guru, kemudian dengan bijak memintanya untuk memperbaiki kualitas pembelajaran, tidak perlu punishment karna guru pastilah sudah mengerti apa yang dimaksud kepsek. Begitupula reward atau hadiah, tidak perlu berupa fisik dan bersifat materi, sebuah pujian dan dukungan sudah cukup menjadikan seseorang dihargai atas usaha kerasnya dalam mendidik siswa. “Jika layak dipelajari, maka layak pula dirayakan” begitulah salah satu prinsip quantum teaching yang secara tidak langusng dilaksanakan di sekolah tersebut.

Kesimpulanku, mendidik haruslah diawali dari heart/ hati dimana niat tulus, ikhlas tanpa pamrih muncul untuk memajukan dan mengembangkan peserta didik. Heart akan menstimulus head/kepala atau otak untuk berfikir mencari jalan bagaimana realisasi/ pelaksanaan yang cocok untuk konteks sekolah tersebut. Maka head jika telah memiliki konsep, akan menggerakkan hand untuk bekerja dan melaksanakan apa yang telah dikonsepkan tadi. Dari hari menstrimulus kepala/ otak, kemudian menggerakkan tangan/ anggota tubuh. From heart, consepttualize in head, then deriver hand. Wallahu a’lam bishowab.



Gontor tidak berpolitik praktis


Panca Jiwa dan Motto Pondok Gontor

Sempat terkejut dengan pemberitaan Gontor yg mendukung salah satu capres. Gontor tidak berpolitik praktis. Ternyata, itu pernyataan dari satu orang alumni yang kemudian digeneralisasi secara paksa oleh pihak pemilik media penulis. Sehingga, terlihat seakan Gontor memihak salah satu capres, padahal logika yang digunakanya salah, premis minor dan mayornya memang benar, namun generalisasi yang digunakan salah, sehingga bisa dipastikan hasilnyapun salah. Opini seorang alumni tidak bisa mewakili dua orang atau lebih, apalagi yang dituliskan adalah nama lembaganya, jelas cara itu ngawur dan tidak masuk akal. Ilustrasinya sebagaimana dibawah ini:

Premis minor: ali adalah santri gontor = benar

Premis mayor: ali mendukung si A = benar

Kesimpulan: Gontor mendukung si A = salah

Bagaimana bisa ali disamakan dengan Gontor? Ali adalah seseorang, memiliki pandangan sendiri, opini sendiri dan kepribadian serta prilaku yang kesemuanya kembali pada diriinya sendiri. Bagaimana bisa dia disamakan dengan Gontor, sebuah lembaga besar, dimana banyak individu didalamnya, memiliki sistem, aturan dan tata cara sendiri yang telah diatur. Bahkan pimpinan pondok, atau ketua yayasan (badan wakaf) sekalipun, prilakunya tidak bisa langsung diafiliasikan dengan Gontor. Ada nilai-nilai luhur yang telah ditetapkan oleh  pendirinya, yang itu menjadikan sunnah pondok, prilaku pondok, dan lain sebagainya sehingga terbentuklah budaya Gontor.


Dari awal, Gontor telah menetapkan prinsip-prinsip serta motto bagi kelangsungan lembaga ini. Salah satu prinsipnya adalah “Berdiri diatas dan untuk semua golongan”. Orang waras manapun akan mengartikan bahwa Gontor tidak berafiliasi dengan salah satu golongan organisasi masyarakat, apalagi partai politik. Intinya, Gontor tidak berpolitik praktis. Gontor menerima semua golongan yang ingin belajar, tentunya dengan persyaratan dan ketentuan yang telah ditetapkan. Prinsip ini lebih menegaskan lagi bahwa Gontor dan alumninya diharapkan menjadi perekat ummat. Tidak berpolitik praktis, itu prinsip Gontor, alumninya dibebaskan untuk memilih mana yang baik menurut mereka.

Dalam falsafah Gontor, kebebasan tidak diajarkan kecuali setelah melaksanakan urutan motto pondok sebelumnya. Motto pondok Gontor adalah kriteria atau sifat-sifat utama yang ingin ditanamkan pada setiap santrinya, urutanya: (1) Berbudi Tinggi, (2) Berbadan Sehat, (3) Berpengetahuan Luas, (4) Berfikiran Bebas. Berfikir bebas tidak akan bisa dilakukan tanpa memiliki pengetahuan yang luas, maka luaskanlah pengetahuanmu dengan membaca dan melihat alam semesta hingga kau dapatkan hikmah darinya. Selengkapnya bisa dibaca di web reesmi Gontor http://www.gontor.ac.id/motto

Gontor juga memiliki panca jiwa; (1) Keikhlasan, (2) Kesederhanaan, (3) Berdikari, (4) Ukhuah Islamiyah, dan (5) Kebebasan. Panca jiwa adalah nilai-nilai yang dijiwai oleh suasana-suasana kehidupan di pondok Gontor. Nilai ini mendasari setiap kegiatan yang ada di Gontor. Penjelasan seutuhnya bisa dibuka di website gontor http://www.gontor.ac.id/panca-jiwa

Kembali kepada tema utama, Gontor memang berpolitik, namun Gontor tidak berpolitik praktis. Sekali lagi, Gontor tidak mendukung partai apapun, atau golongan masyarakat tertentu. Dalam pandangan Gontor, politik tertinggi adalah dengan pendidikan. Tentunya, pendidikan yang dimaksud bukan hanya sekedar transfer ilmu pengetahuan, namun juga transfer nilai-nilai sehingga terciptalah seorang insan kaamil. Dengan pendidikan, Gontor berusaha menghasilkan alumni yang bisa menjadi kader perekat ummat, demi memajukan bangsa Indonesia.
KH. Ahmad Sahal, salah satu pendiri Pondok Modern Darussalam Gontor, menegaskan, “Meskipun semua santri dan guru di Pondok ini adalah anak orang Muhammadiyah, Pondok ini tidak akan berubah menjadi Muhammadiyah. Dan meskipun semua santri dan guru di Pondok ini adalah anak orang Nahdhatul Ulama, Pondok ini tidak akan pernah berubah menjadi Nahdhatul Ulama.”

Begitulah kiranya tambahan klarifikasi atas berita tersebut. Akun twitter resmi Gontor (@PMGontor) juga telah mengklarifikasi berita tersebut, dengan memberikan sembilan tweeps.

Aslkm ikhwan tweeps.. menyikapi bbrp pemberitaan di luar ttg sikap gontor terkait hiruk pikuk pemilu, ada bbrp hal yg perlu kami sampaikan

1. Sejak didirikan pd th 1926, gontor secara lembaga tdk terjun ke dlm politik praktis

2. Gontor merupakan ponpes yg sdh diwakafkan pd umat Islam seluruh dunia, sehingga gontor berdiri di ataa dan untuk semua golongan

3. Gontor benar2 lembaga yg mandiri, tdk berafiliasi ke ormas atau parpol tertentu

4. Dengan samangat membangun negeri, Gontor mendorong aspirasi umat untuk menentukan pilihannya sendiri dlm Pilpres 2014

5. Gontor tidak mendukung capres tertentu. Gontor mendukung masyarakat untuk menentukan sendiri pemimpin pilihan umat

6. Jika ada pihak yg menyatakan bhw Gontor mendukung salah satu Capres, itu tdk benar. Sekali lg, gontor tdk berpolitik praktis

7. Untuk para alumni, diberi kebebasan dlm menentukan pilihannya, tp mohon dg sangat untuk tdk mbawa gontor secara lembaga.

8. Gontor ttp pd komitmen awal untuk menjadi perekat umat, mencetak kader pemimpin umat.

9. Demikian ikhwan tweeps pernyataan kami, mohon untuk disebarluaskan. Wassalamu'alaikum Wr. Wb

Bijak dan selektif dalam menerima informasi, merupakan satu dari akhlak seorang muslim sejati.

Peringatan Isra Mi’raj 1435/2014 di dusun Areng-Areng

Kepanitiaan, musyawarah, lomba dan pengajian merupakan rangkaian acara peringatan Isra mi’raj pada 27 Rajab 1435 H di dusun areng-areng. Dusun dimana kebanyakan dari kami mahasiswa pasca UIN Maliki Malang, bertempat tinggal baik kos maupun kontrak rumah. Peringatan Isra Mi’raj 1435/2014 di dusun Areng-Areng.

Kegiatan ini diawali dengan dikumpulkanya kami oleh para tokoh dusun areng-areng, pak. Nur Widodo sebagai koordinator utama, pak Bakin sebagai tokoh agama dan pak Kasan sebagai ketua rukun tetangga. Perkumpulan pertama di mushola menghasilkan bahwa dusun ini perlu penggerak dalam bidang keagamaan dan itulah kami, kemudian dipadukan juga dengan remaja musholla dimana mereka lebih mengetahui tempat tinggal sendiri.


Setelah berpadu antara kami yang disebut sebagai kaum muhajjirin, dan kaum ansor sebutan bagi remaja musholla, maka dirumuskanlah acara apa saja yang akan diadakan. Walhasil, tersusun acara lomba adzan, pidato, merangkai huruf hijaiyah, balap kelereng sendok, memasukkan paku dalam botol, dan makan kerupuk. Peringatan Isra Mi’raj 1435/2014 di dusun Areng-Areng.

Bukan perkara mudah bagi kami untuk beradaptasi dan mempersiapkan segala kebutuhan lomba dalam dua hari kedepan, namun ternyata persiapan bisa memadai dan terlaksana dengan baik. Terimakasih kami ucapkan kepada donatur, dan panitia yang telah memberikan sumbangan tenaga dan fikiran demi terlaksananya acara ini.

Acara ini dimulai malam hari setelah isya untuk lomba hafalan surat-surat pendek, kemudian pagi hari diteruskan dengan lomba adzan dan merangkai huruf hijaiyah. Sorenya, lomba balap kelereng sendok, makan kerupuk dan memasukkan paku dalam botol. Malamnya, kami mengadakan pengajian bersama masyarakat sekitar dusun. Kecil memang areanya, namun cukup memberikan pelajaran berharga bagi kami.


Bila dilihat, acara ini bukan hanya sebuah rentetan kegiatan. Namun lebih dari itu, didalamnya kami bisa lebih mengenal, mengetahui karakter satu dengan yang lainya, mengerjakan apa yang terbaik bagi terselenggaranya acara, berkonsultasi dengan tokoh masyarakat, hingga berkolaborasi dengan remaja musholla al-amin. Kesemuanya sanagt berharga, karena tidak akan didapatkan lewat bangku kuliah. Kebersamaan, tolong menolong, komitmen, pengorbanan, misi dakwah merupakan rangkaian kata indah untuk menggambarkanya.

Pelajaran menarik dari hal ini, adalah dimanapun kita tinggal, sebaik mungkin kita memberikan kontribusi bagi penduduknya. Istilah lainya, dimanapun kakimu berpijak, disitu kamu bertanggung jawab atas keislamanya. Kelebihan individual tak akan berguna bila tidak ada kebersamaan. Itulah manusia, bila tangan dengan lengan, maka seseorangg haruslah dengan teman, yang mendukung, membantu dan menyemangati kita. Memberikan kebaikan kepada oranglain, tidak akan pernah merugi, sebaliknya ia akan membuka pintu-pintu rejeki dan keberkahan dari arah yang tidak kita sangka-sangka. Wallahu a’lam.

Buatlah kenangan sebelum perpisahan

Walau masih satu tahun lagi dalam masa studiku, namun perpisahan bersama teman-teman seakan sudah didepan mata. Terbayang tak ada lagi canda tawa, ledekan-ledekan tar terencana, hingga bersama menghimpun kekuatan tuk sebuah kebersamaan. Mungkin terlihat sedikit mendramatisir, tapi itulah yang ada. Kesedihan pasti ada, karena kita manusia. Buatlah kenangan sebelum perpisahan.

Buatlah kenangan sebelum perpisahan. Waktu berlalu, manusia datang dan pergi, silih berganti mengisi kehidupan ini. Terasa senang pertama berjumpa, sedih sebelum berpisah. Inilah skenario kehidupan, manusia hanya akan hidup dalam kenangan seorang setelahnya, maka tinggalkanlah kenangan baik bagi generasi selanjutnya.


Lalu aku mulai berfikir, apa sebenarnya yang dicari dalam sebuah relasi? toh ketika berpisah semuanya juga sudah usai. Apa yang lebih berharga dari sebuah hubungan manusia? Agar kita tetap terjaga antara satu dan lainya, mungkin sebuah memori. Jikalah itu ada benarnya, maka ukirlah namamu dengan kebaikanmu, ukir ingatanmu dengan sebuah keharmonisan, kebersamaan, kekompakan, dan kesatuan.

Berjalanya waktu terus membenarkan pesan kyaiku. Hidup sekali hiduplah yang berarti. Pertemuan hanyalah sekali, maka buatlah pertemuan itu berarti. Saling menolong, itu hanya bagian kecil, mudah dilakukan, namun berdampak besar, menguatkan satu dengan yang lainya. Berjalan bersama, beraktifitas bersama teman-teman, menggantungkan mimpi setinggi awan akan meringankan beban. Buatlah kenangan sebelum perpisahan.

Berbuatlah untuk orang banyak, hingga seakan engkau adalah seribu orang. Jangan hanya berpangku tangan sebagaimana seribu orang namun seakan tak kelihatan. Lepaskan belenggu kepentingan individu, untuk kepentingan bersama. Ajaklah kawan untuk merapatkan barisan. Jangan biarkan amarah mengendalikanmu, tapi kontrollah mereka agar kau bisa maju.

Jadikanlah kesabaran sebagai jalan istiqomah. Gagal sekali, coba lagi! Karena apa yang ada sekarang, tak mungkin terulang. Bila memang terulang, mungkin pertanda kemunduran, namun waktu kan terus berjalan. Tebarkan kebaikan, singkirkan kejahatan, termasuk apa yang ada dalam hati.

Sesungguhnya tangan bergerak dan menggerakkan bersama lengan, maka manusia mutlak membutuhkan teman. Kecocokan perlu dipupuk, ketidak cocokan perlu diperbaiki. Memang terkadang teman mendekatkan kemungkaran, namun ia juga mendekatkan pada kebaikan. Apa yang perlu diperhatikan, adalah menjaga arah tujuan hingga tak terkapar dalam sesat malam.

Janganlah takjub pada kehancuran disebabkan perbuatan manusia, namun lihatlah bagaimana seseorang bisa menghasilkan sebuah karya. Amati, pelajari, dan buatlah karyamu sendiri. Sesungguhnya manusia adalah apa yang dikenang orang setelahnya, maka buatlah kenangan yang baik bagi mereka setelah anda.


وَالنَّاسُ أَلْفٌ مِنْهُمْ كَوَاحِـدٍ


#


وَوَاحِـدٌ كَاْلأَلْفِ إِنْ أَمْرٌ عَنىَ


وَآفَةُ العَقْلِ الهَوَى فَمَنْ عَـلاَ


#


عَلـىَ هَـوَاهُ عَقْلُهُ فَقَدْ نَجَـا


عَوِّلْ عَلىَ الصَّبْرِ الجَمِيْلِ فَإِنَّهُ


#


أَمْنَعُ مَـا لاَذَ بِهِ أُوْلُو الحِجَـا


لاَتَعْجَبَنَّ مِنْ هَالِكٍ كَيْفَ هَوَى


#


بَلْ فَاعْجَبَنْ مِنْ سَالِمٍ كَيْفَ نَجاَ


وَإِنَّمَــا المَرْءُ حَدِيْثٌ بَعْدَهُ


#


فَكُنْ حَدِيْثًا حَسَـناً لِمَنْ وَعىَ



Membentuk Kebiasaan diri


Itulah petikan quote kemarin, jum’at 23/5/14 ketika kuliah bersama Dr. H. Nur Ali, M.Pd. Hasil karya yang hebat selalu diikuti budaya disiplin yang tinggi oleh pelakunya. Tanpa disiplin, tak mungkin seseorang maju. Andaikata dia memang maju tanpa disiplin, itu pastilah semu dan akan runtuh seiring berlalunya waktu.

Your habits it’s you! Kamu adalah kebiasaanmu. Membentuk Kebiasaan diri. Ingin jadi baik? Tumbuhkan dan biasakan kebiasaan baik. Gak mau jadi baik? Atau biasa-biasa saja, anda pasti tertinggal dan bisa jadi tergilas oleh waktu. Bila anda tidak bisa mengontrol waktu, maka waktu akan mengontrolmu.


How to shape your habits? Bagaimana merubah atau membentuk kebiasaan kita? Itulah yang menjadi pertanyaan utama. Bagi mereka dengan komitmen tinggi, “just do it!” mungkin sudah cukup. Namun, bagi orang biasa seperti saya, membuat jadwal kegiatan mungkin diperlukan. Bukan saja sebagai patokan dan jalan menuju kesuksesan, namun menjadi tolak ukur pancapaian kita dalam proses pembentukan kebiasaan.

Setelah jadwal, whats next? Do it! Lakukan jadwal yang anda buat. Ingat pepatah yang mengatakan “Siapa yang sabar akan beruntung?” ya, itu salah satu kuncinya. Bila kita sabar dalam proses, dan teetap istiqomah melaksanakanya secara terus-menerus dan berkesinambungan, maka tak ada hadiah yang patut anda dapatkan kecuali kesuksesan. Jalan ini sungguh terang dan jelas, namun hanya sedikit yang menapakinya.

Kegiatan dalam jadwal akan lebih terpatri daalam diri bila memiliki kaitanya dengan apa yang kita tuju. Ingin cepat selesai menulis skripsi atau thesis, jadwallah kegiatan menulis, ingin bugar sehat jadwallah olahraga, ingin mendapatkan hikmah dan ilmu pengnetahuan, jadwallah kegiatan baca buku dan aktifitas refleksinya. Jangan lupa juga, setiap kegiatan harus disertai ilmunya agar sukses. Siapa yang ingin sukses di dunia, maka harus dengan ilmu, begitupula sukses dalam kegiatan, harus dengan ilmu.

Classical Conditioning, sebuah teori dalam dunia psikologi, secara jelas mengatakan bahwa learning harus by association. Sebuah proses pembelajaran akan lebih berhasil bila diikuti dengan adanya stimulus yang mendorong kita melaksanakan sebuah proses aktivitas. Dalam membentuk kebiasaan, kita bisa membuat alarm, simbol atau bahkan meminta teman untuk mengingatkan kita agar melakukan jadwal yang telah direncanakan. Ketika dilakukan terus-menerus, maka kebiasaan akan muncul, dan anda tau apa yang akan anda terima bila telah terbiasa...

Halangan dan rintangan? Pastinya ada dan banyak. Kita tidak bisa malam sekitar kita, namun kita bisa mengubah prespektif dan diri kita sendiri. Kita adalah layar perahu kita sendiri. Kemanapun ombak menerpa, kemanapun angin bertiup, namun kitalah yang menentukan arah perahu kita, bukan oranglain. Keyakinan? Mutlak diperlukan! Jangan tanya mengapa? Anda akan hanyut atau tergilas tak tersisa tanpa keyakinan. Maka berdoalah, mendoakan dan meminta do’a, itulah penguat kita.

Akhirnya, selamat membuat jadwal kegiatan. Semoga kita diberikan kekuatan, istiqomah dan kesabaran dalam melaksanakanya. Quality is not an act, it is a habit [Aristotele]

 Mengubah kebiasaan dalam al-quran

Peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa. Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu'. [al-baqoroh: 238]

Merayakan Selesainya Ujian dan kelulusan di Gontor

Coret-coret baju dan konvoi setelah mengetahui kelulusan? Itu bukan budaya kami. Naik motor bersama berkeliling bersama teman-teman memang asyik, coret-coret baju dengan pilok memang menyenangkan. Namun, kami tidak melakukanya. Karena kami tau kami berharga.


Bagaimana Merayakan Selesainya Ujian dan kelulusan di Gontor? Sebagaimana kalian, kami juga bergembira bila ujian telah berakhir. Seakan merasakan kepuasan yang sangat, karena bukan hanya ujian formal yang berisi soal-soal full esay sebanyak dua puluahn pelajaran, tidak juga ujian lisan dengan pertanyaan dari kelas satu hingga tingkat akhir, lebih daripada itu, kami telah melewati tahap ujian mental. Ujian dimana kami harus tetap berjalan pada ketentuan disiplin yang tak pernah dilonggarkan, tetap berjuang demi kelulusan studi, dan tetap bersabar dengan segala keadaan yang ada.

Kembali kepada judul, Merayakan Selesainya Ujian dan kelulusan di Gontor? Setelah ujian berakhir, kami keluar ruangan ujian dengan senyum bahagia, ada juga yang tertawa hingga yang menangis terharu. Kami langsung dipadu, berjalan bersama-sama menuju masjid, bersyukur kepada Allah dengan melakukan sujud syukur. Setelah itu kami juga diarahkan, diberitahu bahwa ujian ini bukanlah akhir dari cobaan. Setelah ujian ini, akan banyak tantangan, utamanya dalam kehidupan. Tantangan itu semakin tinggi dan menggoyahkan, namun tetep memiliki bentuk yang sama. Siapa yang berjuang dan sabar dalam menjalaninya, akan lulus dan berhasil sebagaimana saat ini kami rasakan.

Lalu, kami diamanahi untuk menjadi penguji  bagi adik—adik kelas kami. Ujian lisan, ya kami juga harus membuat pertanyaan-pertanyaan dalam sebuah buku tulis dan harus full. Esoknya, diperiksa/ ditashih oleh para guru senior agar dipastikan tidak ada kesalahan dan kekurangan. Ketika ujian tulis, kamipun sebagian menjadi pembantu panitia ujian, ada juga yang menajdi pengawas ujian dikelas-kelas.

Menjadi pengawas ujian tulis bukan perkara mudah bagi kami. Kami diawasi oleh guru pengawas ruang, guru ruangan diawasi oleh pengawas gedung, pengawas gedung diawasi lagi oleh pengawas area, pengawas area diawasi lagi oleh direktur KMI, dan direktur KMI dimintai laporanya oleh pengasuh dan pimpinan pondok. Pengawasan berganda, ya... itulah namanya. Membocorkan jawaban? Jangan mimpi. Memberikan isyarat akan jawaban saja sudah termasuk pelanggaran dan bisa diskors walau ujian akhir telah diselesaikan.

Setelah ujian selesai, kami mengadakan studi tour ke berbagai tempat, utamanya pondok dengan pembiayaan yang mandiri, tempat usaha para alumni hingga instansi dakwah umum, namun tak lupa juga ada hiburan ke tempat wisata di akhir perjalanan. Dalam kunjungan ini kami dikenalkan pada dunia bisnis, dunia pendidikan dan perjuangan, dunia dakwah dan lebih utamanya dikenalkan akan kehidupan di masyarakat. Supaya menjadi bekal ketika terjun ke masyarakat, agar ikut membantu pembagunan, bukan menjadi pembawa masalah bagi kehidupan.

Studi tour selesai, kami masih dibekali selama seminggu full dari pagi hingga malam.  Berbagai hal, mulai dari motivasi, cara mengajar anak kecil, dunia kesehatan, politik, budaya hingga pemikiran Islam. Tentunya tak lupa juga orientasi setelah kelulusan kami dari pondok, mau kemana, mencari apa dan bagaimana jalanya. Selain itu, dokumentasi-dokumentasi juga dikumpulkan menjadi mozaik, sehingga bisa menjadi patokan dan contoh untuk terjun ke masyarakat.

Yudisium. Ya, itulah akhir dari masa-masa kami sebagai siswa Gontor. Yudisium bukan hanya ppemanggilan nama dan pengumuman kelulusan. Namun merupakan ajang pembagian tugas baru, yang dinamakan pengabdian. Ada yang harus membantu di pondok Gontor beserta cabangnya, ada juga yang ditugaskan mengajar di pondok yang didirikan alumni Gontor, hingga mereka yang ditugaskan di tempat-tempat tertentu. Kami bersyukur atas kelulusan, dan juga tertantang untuk membuktikan kemampuan. Semangat kami menyala terang, siap menjalankan amanah dari pimpinan untuk mengabdi di tempat tujuan.

Pengabdian bukan juga sebuah akhiran. Ada yang bertahan dalam pengabdian dan mendapatkan ijasah dari pondok, ada juga yang tidak kuat sehingga harus terpental. Kami selalu diberi pesan, ijasahmu adalah kemampuanmu, ijasahmu adalah pengakuan masyarakat atas kontribusimu, bukan hanya dalam selembar kertas. Kertas  ijasah hanyalah pelengkap, bagi keridho’an kyai atas kelulusan kami, dan restu beliau bagi kami untuk menjalani kehidupan diluar pondok. Fi ayyi ardhin tatho’u, anta mas’uulun an Islamiiha (dimanapun kamu berpijak, disitu kamu bertanggung jawab atas keislamanya), merupakan misi kami.

Begitulah ceritanya. Kami tidak mencoret baju karena itu adalah tanda perjuangan kami. Kami tidak berkonvoi karena kami tau keberhargaan kami. Kami belajar lagi, karena kami tau tantangan masa depan. Kami bergerak, karena kami harus memberikan kontribusi bagi masyarakat, dan bukan menjadi pembawa masalah bagi mereka. Kami selalu berusaha menajdi orang yang berguna. Sebaik-baik manusia adalah mereka yang bermanfaat bagi manusia lainya.

Refleksi Sebuah Perkumpulan

Refleksi Sebuah Perkumpulan - Malam tadi (20/5/14) kami penghuni baik kos maupun kontrakan di areng-areng berkumpul bersama salah seorang tokoh desa, pak Nur Widodo untuk lebih tepatnya. Awalnya, kami hanya ingin mengenalkan dan mengakrabkan diri dengan mahasiswa yang tinggal di area sekitar musholla al-Amin. Namun, ternyata bapak yang satu ini langsung mengajukan gagasan untuk berbuat lebih. Beliau menawarkan kepada kami untuk mengorganisasi sebuah acara keislaman bertemakan isra’ dan mi’raj.

Memang tidak semua dari kami menghadirinya, tentu ada yang sibuk, mengerjakan tugas kuliah hingga yang masih berkutat dengan masalah individunya. Namun, semoga yang hadir tersebut bisa mewakili ketidak hadiran mahasiswa lainya.


Sebagaimana perkumpulan lainya, tentunya ada struktur organisasinya, ketuanya, sekretaris, bendahara hingga bagian yang paling kecil. Dalam musyawaran pun sama, perdebatan tidak akan bisa dihindarkan. Ada yang mengusulkan, ada yang menolak dan memberikan ide, ada yang keinginanya tinggi namun minim perencanaan, dan lain sebagainya. Aku pikir, inilah masyarakat, inilah sebuah mini perkumpulan yang real dan benar-benar terjadi, yang mungkin tidak akan kutemukan di berbembaran-lembaran buku. Refleksi Sebuah Perkumpulan.

Memang cara terbaik untuk berbaur bersama adalah adanya kesatuan. Baik itu kesatuan profesi, kesatuan ide, kesatuan tujuan dan lain sebagainya. Kesatuan dalam hal ini adalah persamaan. Semakin banyak hal yang sama dengan oranglain, maka semakin cepat akrablah kita. Namun, fitrah manusia baik jasmani maupun rohani pastilah berbeda dengan lainya.  Dalam persamaan, tentu ada perbedaan yang menjadikan warna kehidupan lebih hidup.

Menyikapi persamaan, hal termudah yang bisa dilakukan adalah menyelaminya lebih jauh. Dan terkadang kita akan menemukan berbagai perbedaan dari tiap kesamaan yang terlihat. Semakin digali semakin kita mengerti.

Menyikapi perbedaan, pandangan sinis seringkali dilemparkan. Walau mungkin apa yang kita pikirkan tak terdapat pada yang bersangkutan. Sikap menerima dan keterbukaan menjadi sarana utama untuk menyikapinya. Biarkan setiap orang berkreasi, toh setiap manusia memiliki ide yang mungkin tidak dimiliki orang lainya. Sebagaimana seorang bijak berkata, ambillah darimu untukmu dan dari oranglain untukmu dalam kebaikan.

Peran senior? Mutlak diperlukan. Mungkin dalam perkumpulan ini tidak ada senioritas karena semua berstatus sama, yaitu sebagai mahasiswa. Namun haruslah ada pemegang kontrol dan kendali diatas ketua sebagai pengarah, pembimbing dan penasihat atau apapun sebutanya. Dalam hal ini pak Nur Widodo menyatakan siap memegang dan bertanggung jawab atas manuver kami. Selanjutnya, intensitas konsultasi bagian ketua dengan bapak pembimbing tadi akan lebih memudahkan jalanya sebuah program.

Hanya tulisan dan refleksi pribadi. Bagi oranglain, mungkin biasa saja. Namun saya hanya mencoba untuk mengambil pelajaran dari setiap peristiwa. Semoga anda, saya dan kita semua dapat mengambil hikmahnya. Wallahu a’lam bishowab.

Laporan Aktualisasi Latsar: Peningkatan Kemampuan Membaca Al-Qur'an Kelas V SDN 006 Penarikan

Laporan Aktualisasi: Peningkatan Kemampuan Membaca Al-Qur'an Kelas V SDN 006 Penarikan, Kecamatan Langgam, Kabupaten Pelalawan, Riau ...