Pengertian Manajemen Kesiswaan

Definisi Manajemen Kesiswaan Secara Bahasa

Manajemen kesiswaan terdiri dari dua kata, yaitu manajemen dan kesiswaan. Secara bahasa definisi manajemen kesiswaan adalah, Manajemen berasal dari kata kerja bahasa Inggris to manage yang artinya mengurus, mengatur, menggerakkan dan mengelola.[1] Dengan kata lain, manajemen adalah pengurusan, pengaturan penggerakkan dan pengelolaan. Kesiswaan berasal dari kata siswa yang berarti peserta didik, pelajar atau murid pada tingkat sekolah dasar dan menengah.[2] Sehingga, manajemen kesiswaan bisa juga dikatakan manajemen peserta didik. namun terdapat perbedaan antara manajemen kesiswaan dan manajemen peserta didik walaupun tidak signifikan. Kesiswaan berarti segala sesuatu yang berkenaan dengan urusan yang berhubungan dengan siswa. Sehingga, manajemen kesiswaan secara bahasa adalah segala hal yang berkaitan dengan pengaturan peserta didik di sekolah.

Definisi Manajemen dalam Prespektif Islam

Berkaitan dengan manajemen dalam prespektif Islam, hal ini bisa ditelisik dari pernyataan yang dinukil dari Ali bin Abi Thalib yang mengatakan, “Kejahatan yang terorganisir akan mengalahkan kebaikan yang tak terorganisir”. Hal ini menunjukkan bahwa pengaturan atau pengorganisasian sangat penting. Bahkan keburukan dapat mengalahkan kebaikan bila terorganisir dengan baik.[3] Hal ini dipertegas lagi dalam al Qur’an (61: 4), yang menyatakan bahwa Allah Swt menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur. Teratur dalam artian rapi, masuk dalam jama’ah dan bekerjasama, untuk berjihad menggapai ridho-Nya.[4] Pengorganisasian dan keteraturan kegiatan dibahas dalam sebuah Ilmu yang dinamakan manajemen.  Karena itu, ummat Islam harus mempelajari manajemen.

Pengertian Manajemen Secara Umum

Dalam arti terminologi, pengertian manajemen menurut seorang ahli bernama Harold Koontz [5] yang kemudian dikutip di berbagai buku, mendefinisikan manajemen sebagai the art of getting things done through others.[6], Selanjutnya, pengertian ini memiliki beberapa poin penting, yaitu: Management is an art[7], Management is getting result succesfully, Management is getting things done through others, Management is getting things done with others, Management is the creation and maintenance of a working environment, Management is maximizing the efficiency of the workng team.[8]
Ahli pendidikan dan administrasi bapak Ngalim Purwanto mendefinisikan manajemen sebagai proses tertentu yang terdiri dari perencanaan, perorganisasian, pergerakan dan pengawasan yang dilakukan untuk menentukandan mencapai tujuan yang ditetapkan dengan menggunakan sumber daya personal maupun material.[9] Sedangkan menurut ahli manajemen lainya yaitu Terry memberikan pengertian manajemen adalah, “management is a district proses consisting of planning, organizing, actuating and controlling performed to determine and accomplish stated objectives by the use of human being and other resources.”artinya, manajemen adalah suatu proses atau kerangka kerja, yang melibatkan bimbingan atau pengarahan suatu kelompok orang-orang kearah tujuan-tujuan organisasional atau maksud-maksud yang nyata.[10] Manajemen dalam dunia pendidikan, utamanya di lingkungan sekolah sering dikaitkan dengan MBS atau Manajemen Berbasis Sekolah yang dapat diartikan sebagai penggunaan sumberdaya yang berasaskan pada sekolah itu sendiri dalam proses pengajaran atau pembelajaran.[11]

Pengertian Manajemen Kesiswaan

Pengertian manajemen kesiswaan adalah beberapa hal yang dikaitkan antara manajemen dan kesiswaan. Manajemen kesiswaan merupakan salah satu bagian dari manajemen berbasis sekolah secara keseluruhan. Manajemen berbasis sekolah tersebut meliputi manajemen pembelajaran berbasis sekolah, manajemen kesiswaan berbasis sekolah, manajemen tenaga kependidikan, manajemen sarana dan prasarana, manajemen keuangan, manajemen kelas, manajemen hubungan sekolah dan masyarakat, serta manajemen layanan khusus pendidikan berbasis sekolah.[12] Sehingga, Manajemen kesiswaan lebih menfokuskan bahasan dan peranya untuk mengelola peserta didik dalam lingkungan sekolah tersebut.
Menurut Knezevich (1961), manajemen kesiswaan atau pupil personnel administration adalah layanan yang memusatkan perhatian pada pengaturan, pengawasan, dan layanan siswa di kelas dan di luar kelas, seperti: pengenalan, pendaftaran, layanan individual seperti pengembangan keseluruhan kemampuan, minat, kebutuhan sampai siswa matang di sekolah.[13]
Menurut Ary Gunawan manajemen kesiswaan atau manajemen peserta didik adalah seluruh proses kegiatan yang direncanakan dan diusahakan secara sengaja serta pembinaan secara kontinyu terhadap seluruh peserta didik (dalam lembaga pendidikan yang bersangkutan) agar dapat mengikuti proses belajar mengajar secara efektif dan efisien mulai dari penerimaan peserta didik hingga keluarnya peserta didik dari suatu sekolah.[14]
Manajemen kesiswaan menurut Mulyasa, mengatakan bahwa manajemen kesiswaan merupakan keseluruhan proses penyelenggaraan usaha kerjasama dalam bidang kesiswaan dalam rangka pencapaian tujuan pembelajaran di sekolah[15] Sri Minarti mengatakan hal yang paling urgen dalam manajemen kesiswaan adalah tujuan yang hendak dicapai, yaitu: pengaturan berbagai kegiatan dalam bidang kesiswaan agar pembelajaran di sekoah dapa berjalan lancar, tertib, teratur, serta dapat mencapai tujuan pendidikan sekolah.[16] Mulyono menfokuskan manajemen kesiswaan pada pembinaan secara kontinu terhadap seluruh peserta didik agar dapat mengikuti proses kegiatan belajar mengajar dengan efektif dan efisien.[17]
Manajemen kesiswaan sangat berkaitan erat dengan administrasi kesiswaan. Bila manajemen kesiswaan lebih menekankan pada pengelolaan kegiatan kesiswaan secara menyeluruh, administrasi kesiswaan lebih menekankan pada aspek pencatatannya. Sehingga, terdapat perbedaan antara manajemen kesiswaan dan administrasi kesiswaan. Kegiatan administrasi siswa dapat didaftar melalui gambaran bahwa lembaga pendidikan diumpamakan sebuah transformasi, yang mengenal masukan (input), pengelolaan didalam tranformasi (proses) dan keluaran (output). Dengan demikian penyajian penjelasaan administrasi siswa dapat diurutkan menurut aspek-aspek tersebut. Dengan melihat pada proses memasuki sekolah sampai murid meninggalkannya, terdapat empat kelompok pengadministrasian yaitu: penerimaan murid, pencatatan prestasi belajar, pencatatan bimbingan dan penyuluhan, dan monitoring.[18]
Melihat beberapa pendapat dan definisi dari para ahli diatas, maka dapat diambil beberapa poin yang merangkum dan menggabungkan beberapa pengertian yang telah disebutkan diatas, menjadi pengertian manajemen kesiswaan sebagai berikut:
1)   Manajemen kesiswaan merupakan salah satu bagian dari manajemen sekolah secara keseluruhan
2)   Manajemen kesiswaan memusatkan perhatianya pada pengaturan, pengawasan, dan layanan terhadap siswa di dalam dan luar kelas.
3)   Manajemen kesiswaan dimulai dari masuknya peserta didik ke lembaga sekolah, hingga lulus dari institusi tersebut
4)   Manajemen kesiswaan berkaitan erat dengan administrasi kesiswaan meliputi kegiatan pengaturan masukan (input), pengelolaan (proses), dan keluaran (output).
5)   Manajemen kesiswaan bertujuan agar kegiatan yang dilaksanakan di sekolah dapat berjalan secara lancar tertib, teratur serta mencapai tujuan pendidikan sekolah.
6)   Manajemen kesiswaan merupakan kegiatan yang terus menerus dilakukan agar seluruh kegiatan dapat berjalan secara efektif dan efisien





[1] John M. Echol dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta : PT Gramedia, 1996), cet. XXIII, hlm. 372
[2] Kamus Besar Bahasa Indonesia Online, http://kbbi.web.id/siswa
[3] Didin Hafidhuddin, Hendri Tanjung, Manajemen Syariah dalam Praktik, (Jakarta: Gema Isnani Press, 2003), hlm. 100
[4] Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur`an Jilid 11, (Jakarta: Gema Insani Press, 2004),        hlm. 251
[5] Harold Koontz adalah profesor bidang manajemen bisnis di Universitas California, Los Angles dan konsultasn berbagai institusi bisnis yang besar di Amerika. 1909 - 1984.
[6] D. Chandra Bose, Principles of Management and Administration, (Chengannur: PHI Learning, 2012), hlm. 2
[7] j. Kroon, General Management, (Cape Town: Kagiso Tertiary, 1990), hlm. 23
[8] TR Jain, OP Khanna, M L Grover and R K Singla, Industrial Sociology, Economics & Management, (New Delhi: V.K. Enterprises, 2006), hlm. 117-118
[9] Ngalim Purwanto, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 1995), cet. VII, hal. 7
[10] GR Terry dan LW Rue, Dasar-Dasar Manajemen, terj Ticoalu, (Jakarta: Bumi Aksara, 2005), hlm. 1
[11] Nurkholis, Manajemen Berbasis Sekolah: Teori, Model dan Aplikasi, (Jakarta: PT.Garasindo, 2003), hlm.1
[12] Ali Imron, Manajemen Peserta Didik berbasis Sekolah, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2011), hlm. 1
[13] Eka Prihatin, Manajemen Peserta Didik, (Bandung: Alfabeta, 2011), hlm. 4
[14] Ary Gunawan, Administrasi Sekolah: Administrasi Pendidikan Mikro, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1996), hlm. 9
[15] Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003), hlm 45
[16] Sri Minarti, Manajemen Sekolah: Mengelola Lembaga Pendidikan Secara Mandiri, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), hlm. 161
[17] Mulyono, Manajemen Administrasi dan Organisasi Pendidikan, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2008) hlm. 178
[18] Suharsimi Arikunto, Manajemen Pendidikan, (Yogyakarta: aditya Media, 2008), hlm. 118-119

[Hikmah] Gontor Telah Dijual

Salah satu lagi tulisan berhikmah yang didapatkan dari pengalaman wali santri di Pondok Gontor Putri Mantingan. Berikut tulisan inspiratif tersebut...

DI SAAT YANG LAIN BISA DIBELI, DI TEMPAT INI TIDAK ADA YANG BISA MEMBELINYA.. Karena GONTOR telah DIJUAL...

Oleh: Beni Sulastiyo

"Di Gontor semua calon santri diperlakukan sama! Yang tak lulus ujian tak akan diterima! Tak peduli anak siapa! Mau anak pejabat, anak menteri, anak jenderal, Semua diperlakukan sama! Gontor tidak mengenal suap-menyuap! Tak ada yang bisa membeli Gontor! Karena Gontor sudah kami jual semua. Kalaupun ada yang mau beli pasti tak ada yang sanggup membelinya! Karena Gontor sudah kami jual kepada Allah Subhanahu wata'ala!"

****

Begitu petikan pidato berapi-api KH. Hasan Abdullah Sahal, Pimpinan Pondok Modern Darussalam Gontor. Beliau mengungkapkan itu di hadapan sekitar 2500an calon pelajar, dan ribuan wali santri di Pondok Putri Mantingan 1, Ngawi Jawa Timur, tanggal 9 Juli 2017 yang lalu.


Saya berada di lokasi bersama ribuan wali santri yang menunggu pengumuman hasil ujian calon pelajar.

Pidato yang beliau sampaikan itu sangat menarik perhatian kita, ditengah semakin runtuhnya kepercayaan masyarakat terhadap institusi-instutusi pemerintahan di negeri ini.

Masih adakah hari ini yang tak bisa dibeli, tak bisa disuap, tak bisa dipengaruhi dengan harta benda dan tekanan kekuasaan?

Jawaban kita pasti sama. Tidak ada! Semua bisa dibeli, semua bisa di suap, semua bisa dipengaruhi!

Namun, Gontor berbeda! Pondok Pesantren yang telah berumur 90 tahun itu berhasil membentengi diri dari praktek-praktek yang merusak tatanan moral dan sosial itu. Para pendirinya, pemimpinnya, ustadz dan ustadazahnya, pengelolanya, hingga santri-santrinya berhasil membangun tradisi 'semua sama di hadapan hukum/ peraturan'.

Pengalaman 14 hari 'berkemah' di Pondok Putri Gontor Mantingan memberanikan saya untuk menyimpulkan hal tersebut. Tentang semua diperlakukan sama. Tentang tak ada satupun yang diperlakukan secara istimewa, sebagaimana pidato berapi-api KH.Abdullah Sahal, Pimpinan Pondok yang mengaku tak punya nomor HP, email, facebook, twitter itu.

Seorang wali santri yang ingin mendaftarkan anaknya, misalnya harus melewati 8 pos. Semua wali santri melakukan hal yang sama, tak ada yang main belakang. Tak peduli siapa dan apa status sosial si wali santri itu. Semua wali santri juga dipersilahkan untuk tidur di mana saja. Yang datang duluan bisa menyewa wisma, yang kehabisan terpaksa harus menginap di teras, aula, bahkan membangun tenda.

Maka jangan heran, jika melihat pemandangan di halaman parkir Pondok Modern itu. Hampir tak ditemukan mobil-mobil butut keluaran tahun 90-an. Di halaman parkir bagian depan, bagian belakang berjejer ratusan mobil-mobil baru mengkilat keluaran tahun 2000-an. Bahkan seringkali tampak berseliweran mobil-mobil mewah. Itu menunjukan bahwa para pendaftar bukan dari kalangan tak berpunya. Malah mungkin sebaliknya. Yang menarik seluruh orang-orang the have itu tidur seperti pengungsi sama seperti kalangan yang biasa-biasa saja seperti saya. Bergelimpangan di teras-teras kelas atau membangun tenda. Tak ada yang mendapat hak istimewa. Warbiyasa.

Persoalan bagaimana Gontor menegakan peraturan itu sebenanrya saya pernah kecewa. Namun berakhir bangga.


Ceritanya saya menginap di aula dan bermaksud membeli sesuatu di sebuah toko yang berada di luar komplek Pondok. Di siang hari yang panas saya berjalan kaki menyusuri komplek pondok menuju toko tersebut. Jaraknya sangat jauh, sekitar 1 kilometer dari aula tempat saya menginap. Saya harus melewati pintu gerbang utama agar dapat keluar dari kokplek pondok. Waktu tempuhnya lumayan , sekitar 10 menit. Suasana siang begitu panas. Sinar matahari terik membakar.

Singkat cerita, akhirnya saya sampai di toko. Selesai belanja, saya kembali ke pintu gerbang agar dapat masuk kembali ke kawasan pondok.

Sayangnya saya ditahan oleh petugas penjaga. Seorang wanita remaja berjilbab yang mengenakan seragam pramuka menghentikan langkah gontai saya.

Pintu gerbang itu memang selalu dijaga oleh santri selama musim pendaftaran. 24 jam sehari. Mereka bergantian menjaganya yang terbagi dalam 3 shift. Satu shift berisi 2 - 3 orang.

Saya dilarang masuk oleh santri remaja itu. Alasannya karena di dalam sedang ada pembangunan tenda untuk persiapan pengumuman hasil kelulusan. Saya diminta memutar lewat jalan belakang. Saya berusaha negosiasi. Saya menjelaskan padanya bahwa kalau saya lewat jalan belakang, berarti saya harus berjalan kaki 3 kali lipat lebih jauh dibanding melewati jalur ini. Perlu waktu tak kurang dari 25 menit berjalan kaki di bawah terik matahari siang yang mencakar kulit.

Tapi si santriwati itu tak bergeming. Ia tetap menjawab tidak bisa. Ia bertahan dengan berkata tegas bahwa memang demikianlah peraturannya.

Saya coba memberikan argumentasi lain agar ia berkenan membuka gerbang dan membiarkan saya masuk. Namun, jawabannya sama saja. Tetap tidak bisa.

Dengan wajah tersenyum tapi dengan sorot mata yang menatap tajam, ia tetap bilang,"Mohon maaf, Bapak. Tidak bisa Bapak. Peraturannya adalah Bapak harus masuk lewat belakang. Silahkan lewat belakang saja, Bapak!" ucapannya tegas. Gaya seperti gaya bicara CS yang bekerja di jaringan swalayan.

Ampun dah, 'keras kepala sekali petugas ini", maki saya dalam hati sambil membayangkan betapa panasnya matahari yang akan menyergap dan membakar kulit saya nanti.

Namun, dalam perjalanan pulang saya tersenyum. Amarah saya berganti bangga, betapa hebat santri petugas itu dalam menjalankan amanahnya. Betapa kuat mereka memegang peraturan. Padahal mereka itu seorang santri yang bekerja dengan ikhlas. Bukan seperti aparat negara yang mendapat gaji tinggi dan ditopang oleh fasilitas.

Pidato KH.Abdullah Sahal itu ternyata bukan sekedar retorika. Tapi telah merasuk ke dalam saraf-saraf sikap dan perilaku hingga ke level terbawah, membentuk tradisi dan budaya menjadikannya tembok untuk menjaga kemuliaan martabat para manusia yang ada di dalamnya.

Maka, saat kita berputus asa karena tak melihat lagi kemulian manusia di negeri ini. Bertandanglah ke Gontor. Karena di sanalah warisan kemuliaan sikap hidup masyarakat nusantara masih terjaga.

DI GONTOR, KEMULIAAN SIKAP HIDUP MASYARAKAT NUSANTARA MASIH TERJAGA

---***---

Bungben, Pontianak, 19 Juli 2017

[Jazaakumullah khairan... Bagi siapapun yang menulis dan menyebarkan spirit GONTOR ini.

Landasan dan Tujuan Pengembangan Potensi Peserta Didik

Landasan dan Tujuan Pengembangan Potensi Peserta Didik

Bila anda merupakan pendidik dan bergerak aktif dalam dunia pendidikan kususnya dalam lingkungan lembaga pendidikan tingkat dasar dan menengah, SD/MI, SMP/Mts, SMA/MA maka perlu kiranya mengetahui landasan dan tujuan pengembangan potensi peserta didik.

Landasan pengembangan potensi peserta didik dalam undang-undang dapat dirangkum dalam paragraf berikut ini. Kegiatan pengembangan potensi diri peserta didik berlandaskan hukum pada UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Pasal 1 butir 6 tentang pendidik, yang menetapkan bahwa pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan. Kemudian pasal 3 tentang tujuan pendidikan, yang mengatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab
Dilanjutkan pasal 4 ayat (4) tentang penyelenggaraan pembelajaran, yang mengatakan bahwa pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran. Kemudian dilengkapi dengan pasal 12 ayat (1b) yang menegaskan bahwa setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya.[1]
Pengembangan potensi peserta didik juga diasaskan pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia, No 22 Tahun 2006, Tentang Standar Isi, yang mengatakan bahwa pengembangan diri bukan merupakan mata pelajaran yang harus diasuh oleh guru. Pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, dan minat setiap peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah. Kegiatan pengembangan diri difasilitasi dan atau dibimbing oleh konselor, guru, atau tenaga kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan pengembangan diri juga dilakukan melalui kegiatan pelayanan konseling yang berkenaan dengan masalah diri pribadi dan kehidupan sosial, belajar, dan pengembangan karir peserta didik.[2]


Tujuan Pengembangan Potensi Peserta Didik

Tujuan umum dari kegiatan pengembangan diri adalah memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan diri sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, minat, kondisi, dan perkembangan peserta didik dengan memperhatikan kondisi sekolah / madrasah.[3] Sedangkan tujuan khususnya yaitu agar peserta didik dapat lebih mengembangkan: bakat, minat, kreativitas, kompetensi dan kebiasaan dalam kehidupan, kemandirian, kemampuan kehidupan keaagamaan, kemampuan sosial, kemampuan belajar, wawasan dan perencanaan karir, serta kemampuan penyelesaian masalah.[4]
Dalam prespektif Islam, pengembangan potensi diri bertujuan untuk membentuk maunsia yang kuat dan memiliki keterampilan, sehingga dapat memenuhi kebutuhan secara mandiri dan tidak bergantung kepada oranglain. Dalam Surah An-Nisa ayat 4 disebutkan:
وَليَخشَ ٱلَّذِينَ لَو تَرَكُواْ مِن خَلْفِهِم ذُرِّيَّة ضِعَٰفًا خَافُواْ عَلَيهِم فَليَتَّقُواْ ٱللَّهَ وَليَقُولُواْ قَولا سَدِيدًا
Artinya: Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar (Q.S. An Nisa: 4).

Dalam bahasa lain, tujuan pengembangan potensi peserta didik yaitu agar peserta didik dapat memiliki kemampuan baik hard-skill maupun soft-skill. Hard skill adalah kemampuan teknikal yang spesifik, dapat diajarkan dan dipelajari, dapat diidentifikasi dan diukur yang diperlukan untuk menyelesaikan sebuah pekerjaan. Misalnya kemampuan mengetik, mengoperasikan program, dan kemampuan lainya sesuai dengan bidang masing-masing.[5] Sedangkan soft-skill adalah keterampilan seseorang yang digunakan dalam berhubungan dengan orang lain (termasuk dengan dirinya sendiri). Atribut soft skills, dengan demikian meliputi nilai yang dianut, motivasi, perilaku, kebiasaan, karakter dan sikap.[6] Sebagai contoh seorang yang bermain sepak bola memerlukan hard-skill yaitu kemampuan unuk berlari, menendang, dan berebut bola. Serta memerlukan kemampuan soft-skill yaitu kemampuan untuk bekerjasama, mengambil inisiatif, keberanian mengambil keputusan dan keggihan. Hard-skill dan soft-skill sangat berkaitan erat, sehinga harus saling melengkapi satu dengan yang lainya.




[1] Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia, UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas
[2] Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia, No 22 Tahun 2006, Tentang Standar Isi, hlm. 8
[3] Eka Prihatin, Manajemen Peserta Didik, (Bandung: Alfabeta, 2011), hlm. 174
[4] Eka Prihatin, Manajemen Peserta Didik..., hlm. 175
[5] Verica Babic dan Marko Slavkovic, Soft and Hard Skills Development: A Current Situation In Serbian Companies, Serbia: Management, Knowledge and Learning International Conference 2011, hlm. 409
[6] Illah Sailah, Pengembangan Soft Skills di Perguruan Tinggi, (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, 2008)

Pengertian Pengembangan Potensi Peserta Didik

Pengembangan diri / Pengembangan potensi diri peserta didik merupakan upaya membantu perkembangan peserta didik agar mereka dapat berkembang sesuai dengan potensi masing-masing melalui pemberian kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, minat, kondisi dan perkembanganya. Pengembangan diri juga merupakan pengembangan aspek-aspek kepribadian.[1]

Artikel ini adalah sambungan atau kelanjutan dari artikel sebelumnya yang membahas tentang pengertian potensi diri peserta didik. Dalam artikel ini, penulis akan mencoba memberikan pengertian dasar tentang apa itu pengertian pengembangan potensi peserta didik. Artikel ini sangat penting karena potensi diri peserta didik yang telah kita ketahui pastinya butuh dikembangkan dan diarahkan secara tepat, sehingga dapat mencapai kemampuan yang maksimal.


Pengembangan diri menurut Hery adalah aktifitas mengajari diri sendiri dengan hal-hal yang baik, yang perpotensi mendorong diri untuk mengaktualisasikan potensi.[2] Menurut Singgih, perkembangan adalah proses perubahan dalam pertumbuhan pada suatu waktu sebagai fungsi kematangan dan interaksi dengan lingkungan.[3] Perkembangan juga merupakan suatu proses yang kekal dan tetap yang menuju ke arah suatu organisasi pada tingkat integrasi yang lebih tinggi, berdasarkan proses pertumbuhan, kematangan, dan belajar.[4]

Dalam dunia pendidikan, pengembangan diri merupakan bagian integral dari struktur kurikulum pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Kegiatan ini merupakan upaya pembentukan watak peserta didik yang dilakukan melalui kegiatan konseling berkenaan dengan masalah-masalah pribadi dan kehidupan sosial, kegiatan belajar, dan pengembangan karir. Pengembangan diri juga dilaksanakan dengan kegiatan ekstrakurikuler yang bertujuan mengembangkan potensi peserta didiknya secara optimal, yaitu menjadi manusia yang mampu menata diri dan menjawab berbagai tantangan baik dirinya sendiri maupun lingkunganya secara adaptif dan konstruktif di keluarga atau masyarakat.[5]

Menurut Sudirman, pengembangan diri adalah usaha untuk mengembangkan minat dan bakat kreatifitas peserta didik. tanpa pengembangan diri, maka bisa jadi minat atau bakat seseorang akan hilang dan tidak berkembang sehingga perlu diadakan program khusus untuk mengembangkan potensi peserta didik.[6]

Dari beberapa paparan diatas, dapat disimpulkan bahwa pengembangan potensi peserta didik adalah bagian integral dalam kurikulum pada jenjang pendidikan dasar dan menengah  yang berupaya agar peserta didik dapat berkembang sesuai dengan potensi masing-masing melalui layanan konseling dan kegiatan ekstrakurikuler.

Kegiatan ekstrakurikuler sendiri dalam lingkungan sekolah dikenal dengan nama lain kegiatan pengembangan diri yang mendapatkan waktu khusus dan pendidik khusus. Kegiatan pembelajaran dalam kelas juga merupakan salah satu kegiatan pengembangan diri peserta didik, hanya saja lebih sering dikatakan kegatan akademik, dan kegiatan diluar pembelajaran kelas dinamakan kegiatan non-akademik.

Terlepas dari pengertian potensi diri dalam ruang lingkup sekolah, segala bentuk pengarahan, pemberian pengaruh, stimulus dan segala apa yang dilihat, didengar, dirasakan, dan dialami dalam pengalaman peserta didik sehari-hari adalah sebuah proses pengembangan diri. Hal ini tentunya dapat berdampak baik bila apa yang dialaminya adalah hal-hal yang baik, dan akan menjadi sebaliknya yaitu potensi yang ada kruang berkembang bahkan bisa jadi disalurkan kepada hal-hal negatif karena apa yang dialami kurang baik bagi perkembangan potensinya.





[1] Wenny Hulukati, Perangkat Pengembangan diri Untuk Meningkatkan Kompetensi Guru dan Pengembangan Kepribadian Siswa SMA, Jurnal Ilmu Pendidikan, No 2, (Malang: Universitas Negeri Malang, 2013), hlm. 137
[2] Hery Wibowo, Psikologi Untuk Pengembangan Diri, (Jakarta: Widya Padjajaran, 2010),  hlm. 12
[3] Singgih D Gunarsa, Dasar dan Teori Perkembangan Anak, (Jakarta: Gunung Mulia, 1991), hlm. 31
[4] Franz J. Mönks,, dkk, Psikologi Perkembangan: Pengantar dalam Berbagai Bagianya, (Yogyakarta: Gajah Mada University, 1984), hlm. 2
[5] Muhaimin,. Pengembangan Kurikulum TIngkat Satuan Pendidikan pada Sekolah dan Madrasah (Jakarta: Rajawali press, 2009), hlm. 66
[6] Sudirman Anwar, Management of Student Development, Prespektif Al Qur’an dan Sunnah (Tembilahan: Yayasan Indragiri, 2015), hlm. 3

Mengenal Potensi Anak

Setiap orangtua dan pendidik/ guru wajib mengetahui dan mengenal potensi anak atau potensi peserta didik. Hal ini dikarenakan potensi anak adalah kekuatan yang mendasar dan utama yang akan dikembangkan dengan stimulus dan pendidikan yang secara langsung diberikan oleh orangtua sejak lahir di lingkungan rumah, kemudian dilanjutkan oleh guru atau pendidik di lingkungan sekolah. Bahkan, potensi juga akan berkembang melalui lingkungan nya.
Marilah kita bahas satu persatu mulai dari pengertian dan definisi potensi diri anak/ potensi diri peserta didik kemudian dilanjutkan dengan penjelasanya.

Pengertian Potensi Diri/ Potensi Anak

Untuk memberikan pengertian potensi diri dan definisinya, maka kita perlu mengetahui asal mula anak itu sendiri. Anak adalah seorang manusia yang telah diciptakan Allah Swt dalam keadaan sebaik-baik penciptan (QS 95:5). Sebaik baik penciptaan berarti juga bahwa manusia telah dianugerahi potensi tertentu untuk dikembangkan, manusia juga memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing.[1] Secara bahasa, pengertian potensi diri berasal dari kata inggris potency dan potential. Potency berarti the power of something to affect the mind or body. Potential berarti having or showing the capacity to develop into something in the future.[2] Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, arti potensi adalah kemampuan, kesanggupan, dan daya yang mempunyai kemungkinan untuk dikembangkan.[3]
Sedangkan menurut terminologinya, Wiyono dan Endra memberikan definisi potensi diri sebagai kemampuan dasar yang dimiliki manusia berupa kekuatan, energi, atau kemampuan yang terpendam yang dimiliki manusia, menunggu untuk diwujudkan menjadi suatu manfaat nyata dalam kehidupan manusia.[4] Seorang ahli pendidikan, Yamin mengartikan bahwa potensi adalah kemampuan yang belum dikembangkan, dan bila kemampuan ini dikembangkan, maka akan muncul sebuah kompetensi.[5] Menurut Jalaluddin, potensi manusia dalam Islam disebut fitrah merujuk pada al Quran 30:30, sehingga potensi manusia menurut Jalaluddin adalah fitrah yaitu potensi diri yang diterangkan dalam Al Qur’an. kemudian diartikan sebagai kekuatan asli yang terpendam di dalam diri manusia yang dibawanya sejak lahir, menjadi pendorong serta penentu bagi kepribadiannya serta dijadikan alat untuk pengabdian dan ma’rifatullah.[6]
Rangkuman atau ringkasan dari seluruh definisi dan art potensi diri diatas dapat disusun dan dikontekskan kedalam dunia pendidikan, maka potensi manusia atau potensi peserta didik adalah “kemampuan dasar yang dimiliki peserta didik berupa kekuatan, energi, atau kemampuan dasar manusia sejak lahir, yang belum diaktualisasikan atau belum dikembangkan. Ketika kemampuan ini telah dikembangkan, maka muncullah kompetensi diri.”

Jenis-Jenis Potensi Diri

Pembagian potensi diri dapat digolongkan atau dikategorikan kedalam beberapa bagian. Para ahli memiliki beberapa perbedaan pandangan tentang penggolongan dan jenis-jenis potensi diri peserta didik.
Jalaluddin membagi potensi manusia kedalam tiga kategori potensi diri yang utama, yaitu potensi ruh yaitu kecenderungan pada potensi tauhid dalam bentuk adanya kecenderungan untuk mengabdi pada penciptanya, potensi jasmani berupa bentuk fisik yang teramu dalam bentuk materi. potensi ruhani, berupa konstitusi non materi yang terintegrasi dalam komponen-komponen yang terintegrasi.[7] Sedangkan Fuad Nashori membagi potensi manusia lagi kedalam potensi berfikir, emosi, fisik, dan sosial.[8] Hal ini senada dengan pendapat Budiyanto yang menyebutkan bahwa potensi diri setiap manusia terdiri dari: potensi fisik, potensi mental intelektual, potensi sosial, potensi mental spiritual, dan potensi ketahan-malangan/ ketangguhan.[9]
Berikut ini akan kami jelaskan jenis-jenis potensi diri manusia satu persatu.

Potensi Fisik

Manusia dilahirkan ke dunia dalam keadaan tidak memiliki pengetahuan apapun, kemudian Allah Swt memberikan pendengaran, pengelihatan, dan hati[10] sebagai potensi fisik awal agar manusia mampu mempelajari sesuatu hingga mampu mengemban amanat yang telah diberikan.[11] Sehingga, definisi Potensi fisik (psychomotoric), adalah organ fisik manusia yang dapat dipergunakan dan diperdayakan untuk berbagai kepentingan pemenuhan kebutuhan hidup.
Setiap potensi fisik yang dimiliki manusia mempunyai fungsi sendiri-sendiri. Contohnya, kaki untuk berjalan, mulut untuk bicara, lidah untuk mencecap, hidung untuk mencium, telinga untuk mendengar, dan lain sebagainya.[12] Potensi fisik berkaitan erat dengan masalah kekuatan dan kebugaran otot sekaligus kekuatan dan kebugaran otak dan mental. Orang yang seimbang fisik dan mentalnya memiliki tubuh yang ideal serta otak yang cerdas. Kecerdasan fisik atau PQ (physical Quotient) juga dianggap sebagai dasar dari elemen IQ (Intellegence Quotient) dan EQ (Emotional Quotient).[13]
Potensi fisik peserta didik perlu dikelola dan dikembangkan. Maka sekolah perlu menyediakan sarana serta kegiatan yang menunjang pengembangan potensi fisik peserta didik.

Potensi Intelektual

Penegrtian Potensi mental intelektual (intellectual quotient/IQ) adalah potensi kecerdasan yang ada dalam otak manusia.[14] Potensi intelektual disebut juga potensi kognitif adalah salah satu aspek perkembangan manusia yang berkaitan dengan pengertian (pengetahuan), yaitu semua proses psikologis yang berkaitan dengan bagaimana individu mempelajari dan memikirkan lingkungannya.[15]
Dengan bahasa lain, semua aktivitas mental yang berhubungan dengan persepsi, pikiran, ingatan, dan pengolahan informasi yang memungkinakn seseorang memperoleh pengetahuan, memecahkan masalah, dan merencanakan masa depan, atau semua proses psikologis yang berkaitan dengan bagaimana individu mempelajari, memperhatikan, mengamati, membayangkan, memperkirakan, menilai dan memikirkan lingkungannya.[16] Potensi intelektual peserta didik dikelola sekolah dengan mengadakan aktivitas utamanya yaitu proses belajar mengajar.

Potensi Sosial

Definisi Potensi sosial (emotional quotinet/EQ), adalah potensi kecerdasan yang ada pada otak manusia (otak belahan kanan).[17] Diartikan juga sebagai kemampuan memantau perasaan dan emosi baik pada diri sendiri maupun pada orang lain, memilah-milah semuanya, dan menggunakan informasi ini untuk membimbing pikiran dan tindakan.[18] Menurut Goleman, kecerdasan emosional merujuk kepada kemampuan mengenali perasaan sendiri atau perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain.[19]
Kecerdasan emosional peserta didik dikelola sekolah dengan adanya interaksi dengan teman sebaya, pendidik, dan tenaga kependidikan. Selain itu, disediakan juga wali kelas dan bagian konseling untuk menangani hal-hal yang lebih khusus lagi.

Potensi Mental Spiritual

Potensi mental spiritual (spiritual quotient/SQ), adalah potensi kecerdasan yang bertumpu bagian dalam diri sendiri yang berhubungan kearifan di luar ega atau jiwa sadar (bukan hanya mengetahui nilai, tetapi menemukan nilai). Melalui spiritual quotient (SQ) manusia memiliki intelektual, emosional, dan spiritual. SQ dapat terbentuk melalui pendidikan agama formal.[20] potensi spiritual menurut Danah Zohar dan Ian Marshall adalah kecerdasan atau kemampuan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain.[21] Kegiatan-kegiatan di sekolah, selain mengembangkan potensi fisik dan intelektual, juga mengembangkan potensi mental.

Potensi Daya Juang

Potensi daya juang atau disebut juga ketahan malangan (adversity quotient/AQ), adalah potensi kesadaran manusia yang bersumberkan pada bagian diri manusia yang berhubungan dengan keuletan, ketangguhan, dan daya juang. AQ adalah faktor spesifik sukses (prestasi) seseorang karena mampu merespon berbagai kesulitan. Melalui AQ manusia mampu mengubah suatu rintangan sebagai penghalang menjadi peluang.[22] Potensi ini akan mengarahkan, mengubah cara berfikir dan tindakan peserta didik ketika menghadapi hambatan dan kesulitan yang bisa menyengsarakan dirinya.[23]



[1] Akbar Zainudin, Man Jadda Wajada, (Jakarta: Gramedia, 2010), hlm. 111-112
[2] Jonathan Crowther Ed, Oxford Advanced Learners Dictionary of Current English, (Oxford: Oxford Univerity Press, 1995), hlm. 902
[3] Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) online, di kbbi.web.id/potensi, diakses pada 10/032015, 10:53.
[4] Slamet Wiyono, Manajemen Potensi Diri, (Jakarta: PT Grasindo, 2004), hlm. 37, dan Endra K Prihadhi, My Potensi, (Jakarta: Elek Media Komputindo, 2004), hlm. 6
[5] Udo Yamin Efendi Majid, Quranic Quotient: Menggali dan Melejitkan Potensi diri Melalui Al Qur'an, (Jakarta Selatan: Qultum Media, 2007), hlm. 87
[6] Jalaluddin, Teologi Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), hlm. 137
[7] Jalaluddin dan Usman Said, Filsafat Pendidikan Islam Konsep dan Perkembangan Pemikirannya, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994), hlm. 110
[8] Fuad Nashori, Potensi-Potensi Manusia, (Yogjakarta: Pustaka Pelajar, 2003), hlm. 89
[9] Budiyanto, Kewarganegaraan untuk SMA kelas X, (Jakarta: Erlangga, 2005), dikutip juga oleh Sugiharso, Pendidikan Kewarganegaraan, (Jakarta: Pusat Perbukuan Departmen Pendidikan Nasional, 2009), hlm. 122-123
[10] Al – Qur’an, An Nahl 16:78
[11] Ali Muhsin, Potensi Pembelajaran Fisik Dan Psikis Dalam Al-Quran Surat An-Nahl : 78 (Kajian Tafsir Pendidikan Islam), Seminas Competitive Advantage II, Vol 1 No 2, (Jombang: Universitas Pesantren Tinggi Darul `Ulum UNIPDU, 2012),hlm. 2
[12] Sugiharso, Pendidikan Kewarganegaraan, (Jakarta: Pusat Perbukuan Departmen Pendidikan Nasional, 2009), hlm. 122
[13] Yusup Purnomo Hadiyanto & Renita Mulyaningtyas, Bimbingan dan Konseling Untuk SMA dan MA kelas XI, (Jakarta: Erlangga, 2007), hlm. 90-91
[14] Sugiharso, Pendidikan Kewarganegaraan…., hlm. 123
[15] Dindin Abdul Muiz Lidinillah, Perkembangan Metakognitif Dan Pengaruhnya Pada Kemampuan Belajar Anak, (Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia, 2006), hlm. 2, lihat http://file.upi.edu/Direktori/KD-TASIKMALAYA/DINDIN_ABDUL_MUIZ_LIDINILLAH_(KD-TASIKMALAYA)-197901132005011003/132313548%20-%20dindin%20abdul%20muiz%20lidinillah/Perkembangan%20Metakognitif.pdf
[16] Desmita, Psikologi Perkembangan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), hlm. 103
[17] Sugiharso, Pendidikan Kewarganegaraan…., hlm. 123
[18] Askar, Potensi dan Kekuatan Kecerdasan Pada Manusia (IQ, EQ, SQ) Dan Kaitannya Dengan Wahyu, Jurnal Hunafa, Vol 3 No 3, (Palu: Institut Agama Islam Negeri, 2006), hlm. 218
[19] Daniel Goleman, Kecerdasan Emosi untuk Mencapai Puncak Prestasi, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 1990), hlm. 170
[20] Sugiharso, Pendidikan Kewarganegaraan….., hlm. 123
[21] Danah Zohar dan Ian Marshall, SQ : Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual dalam Berflkir Integralistik dan Holistik Untuk Memaknai Kehidupan, (Bandung: Mizan, 2002), hlm. 4
[22] Sugiharso, Pendidikan Kewarganegaraan…..., hlm. 123
[23] Fuad Nashori, Potensi-Potensi Manusia..., hlm. 47

Laporan Aktualisasi Latsar: Peningkatan Kemampuan Membaca Al-Qur'an Kelas V SDN 006 Penarikan

Laporan Aktualisasi: Peningkatan Kemampuan Membaca Al-Qur'an Kelas V SDN 006 Penarikan, Kecamatan Langgam, Kabupaten Pelalawan, Riau ...