Landasan dan Tujuan Pengembangan Potensi Peserta Didik
Bila anda merupakan pendidik dan bergerak aktif dalam
dunia pendidikan kususnya dalam lingkungan lembaga pendidikan tingkat dasar dan
menengah, SD/MI, SMP/Mts, SMA/MA maka perlu kiranya mengetahui landasan dan
tujuan pengembangan potensi peserta didik.
Landasan pengembangan potensi peserta didik dalam
undang-undang dapat dirangkum dalam paragraf berikut ini. Kegiatan pengembangan
potensi diri peserta didik berlandaskan hukum pada UU No. 20 Tahun 2003
tentang Sisdiknas Pasal 1 butir 6 tentang pendidik, yang menetapkan
bahwa pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai
guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur,
fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta
berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan. Kemudian pasal 3
tentang tujuan pendidikan, yang mengatakan bahwa pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.
Dilanjutkan pasal 4 ayat (4) tentang penyelenggaraan
pembelajaran, yang mengatakan bahwa pendidikan diselenggarakan dengan
memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta
didik dalam proses pembelajaran. Kemudian dilengkapi dengan pasal 12
ayat (1b) yang menegaskan bahwa setiap peserta didik pada setiap satuan
pendidikan berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat,
dan kemampuannya.[1]
Pengembangan potensi peserta didik juga diasaskan pada Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia, No 22 Tahun 2006, Tentang Standar
Isi, yang mengatakan bahwa pengembangan diri bukan merupakan mata
pelajaran yang harus diasuh oleh guru. Pengembangan diri bertujuan memberikan
kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri
sesuai dengan kebutuhan, bakat, dan minat setiap peserta didik sesuai dengan
kondisi sekolah. Kegiatan pengembangan diri difasilitasi dan atau dibimbing
oleh konselor, guru, atau tenaga kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk
kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan pengembangan diri juga dilakukan melalui
kegiatan pelayanan konseling yang berkenaan dengan masalah diri pribadi dan
kehidupan sosial, belajar, dan pengembangan karir peserta didik.[2]
Tujuan Pengembangan Potensi Peserta Didik
Tujuan umum dari kegiatan pengembangan diri adalah
memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan diri sesuai
dengan kebutuhan, potensi, bakat, minat, kondisi, dan perkembangan peserta
didik dengan memperhatikan kondisi sekolah / madrasah.[3]
Sedangkan tujuan khususnya yaitu agar peserta didik dapat lebih mengembangkan:
bakat, minat, kreativitas, kompetensi dan kebiasaan dalam kehidupan,
kemandirian, kemampuan kehidupan keaagamaan, kemampuan sosial, kemampuan
belajar, wawasan dan perencanaan karir, serta kemampuan penyelesaian masalah.[4]
Dalam prespektif Islam, pengembangan potensi diri bertujuan untuk membentuk
maunsia yang kuat dan memiliki keterampilan, sehingga dapat memenuhi kebutuhan
secara mandiri dan tidak bergantung kepada oranglain. Dalam Surah An-Nisa
ayat 4 disebutkan:
وَليَخشَ ٱلَّذِينَ لَو تَرَكُواْ مِن خَلْفِهِم
ذُرِّيَّة ضِعَٰفًا خَافُواْ عَلَيهِم فَليَتَّقُواْ ٱللَّهَ وَليَقُولُواْ قَولا سَدِيدًا
Artinya: Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya
meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir
terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa
kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar (Q.S. An
Nisa: 4).
Dalam bahasa lain, tujuan pengembangan potensi peserta didik yaitu agar
peserta didik dapat memiliki kemampuan baik hard-skill maupun soft-skill.
Hard skill adalah kemampuan teknikal yang spesifik, dapat
diajarkan dan dipelajari, dapat diidentifikasi dan diukur yang diperlukan untuk
menyelesaikan sebuah pekerjaan. Misalnya kemampuan mengetik, mengoperasikan
program, dan kemampuan lainya sesuai dengan bidang masing-masing.[5]
Sedangkan soft-skill adalah keterampilan seseorang yang digunakan
dalam berhubungan dengan orang lain (termasuk dengan dirinya sendiri).
Atribut soft skills, dengan demikian meliputi nilai yang dianut, motivasi,
perilaku, kebiasaan, karakter dan sikap.[6]
Sebagai contoh seorang yang bermain sepak bola memerlukan hard-skill yaitu
kemampuan unuk berlari, menendang, dan berebut bola. Serta memerlukan kemampuan
soft-skill yaitu kemampuan untuk bekerjasama, mengambil inisiatif, keberanian
mengambil keputusan dan keggihan. Hard-skill dan soft-skill sangat berkaitan
erat, sehinga harus saling melengkapi satu dengan yang lainya.
[1] Menteri
Pendidikan Nasional Republik Indonesia, UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas
[2] Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia, No 22 Tahun 2006, Tentang
Standar Isi, hlm. 8
[3] Eka Prihatin, Manajemen
Peserta Didik, (Bandung: Alfabeta, 2011), hlm. 174
[4] Eka Prihatin, Manajemen
Peserta Didik..., hlm. 175
[5] Verica Babic dan Marko Slavkovic, Soft and Hard Skills
Development: A Current Situation In Serbian Companies, Serbia: Management,
Knowledge and Learning International Conference 2011, hlm. 409
[6] Illah Sailah, Pengembangan
Soft Skills di Perguruan Tinggi, (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi, 2008)