Konsep
Pengembangan Public Relation
Bagian humas (Hubungan Masyarakat) sebagai salah satu bagian terpenting dalam
unsur pendidikan memang dibentuk guna menjembatani masyarakat dan organisasi
sekolah. Adanya pemisah antara sekolah dan masyarakat terkadang membuat
kesalahpahaman sehingga terbentuk persepsi negatif, karena itu harus
dijembatani dengan bagian humas.
Humas mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Agar
perkembangan itu lebih terarah dan cepat, maka dibuatlah konsep pengembangan
humas organisasi. Dalam hal ini, penyusun menggunakan pendekatan tiga tahap
evolusi dalam humas menurut Michael Turney, Ph.D., ABC, Professor Emeritus of
Communication & IABC Accredited Business Communicator. Tiga tahap tersebut
adalah sebagai berikut:
1. Publicity phase of
public relations
Tahap ini adalah awal bagaimana humas bergerak. Dimana
humas mempublikasikan lembaga atau organisasi. Tujuan utamanya yaitu agar
banyak orang yang tahu tentang keberadaan lembaga tersebut. Dalam dunia
pendidikan, biasanya diadakan tasyakuran pembukaan lembaga baru yang dihadiri
tokoh masyarakat sekitar dan masyarakat umum.
2. The explanatory phase
of public relations
Tahap ini, bagian humas berusaha untuk menjelaskan lebih
lanjut tentang lembaga atau organisasi yang dikelola. Penjelasan tersebut dapat
berupa tujuan didirikanya lembaga, program-program lembaga, siapa saja
didalamnya, bagaimana manajemenya dan sebagainya. Hal ini ditujukan agar
masyarakat dapat menerima, memahami dan mendukung program-program lembaga
tersebut.
3. Mutual satisfaction
phase of public relations[1]
Pada tahap ini, bagian humas telah memberikan pemahaman
yang baik kepada masyarakat, sehingga terbentuk pengertian dan dukungan
terhadap organisasi. Selain itu, bagian humas telah membuat program-program
yang menguntungkan dua pihak. Humas bukan hanya menjadi penyalur informasi dari
organisasi kepada publik, namun juga menjadi tempat aduan masyarakat tentang
organisasi, tempat mengungkapkan ide dan program dari masyarakat kepada
organisasi.
Implementasi Pengembangan Humas dalam Lembaga Pendidikan Islam (Pesantren)
Implementasi Humas dalam lembaga pendidikan umum ataupun
lembaga pendidikan pesantren terlihat mirip. Hanya saja, pada pesantren lebih
ditekankan lagi nilai-nilai keagamaan serta budaya agamanya.
Sebagaimana diatas, ada tiga tahap dalam mengembangkan
humas. Pertama humas sebagai corong atau pemberi informasi kepada publik, kedua
menajadi sumber rujukan segala informasi dan kegiatan organisasi, dan ketiga
terlaksanaya program-program dan kegiatan yang memberikan manfaat bagi
keduanya.
Pada tahap pertama, lembaga pendidikan Islam yang dalam
hal ini pesantren harus mampu menempatkan dirinya dalam dunia pendidikan.
Maksudnya, lembaga pendidikan harus merumuskan dulu visi, misi, dan program
lembaga. Apa tujuan utama didirikanya lembaga, siapa saja didalamnya, bagaimana
sistemnya dan lain sebagainya. Kemudian, apa yang telah dirumuskan tadi
dipublikasikan kepada publik atau masyarakat.
Pesantren yang tidak mempublikasikan informasi yang ada
didalamnya akan kurang menarik perhatian masyarakat. Bahkan, bisa jadi
dicurigai karena bersifat tertutup. Karena itu pesantren tidak bisa hanya
mengandalkan sumberdaya manusia didalamnya tanpa melibatkan masyarakat, paling
tidak ada dukungan moril dari masyarakat disekitar pesantren tersebut.
Tentunya teknik publikasi informasi lembaga pendidikan
harus dilakukan dengan baik. Seperti mengadakan pertemuan antara tokoh agama
dan tokoh masyarakat setempat, lebih baik lagi bila pesantren mengadakan acara
yang didalamnya dihadiri amsyarakat, kemudian pihak humas menyampaikan dengan
jelas dan singkat apa saja informasi yang perlu diketahui oleh publik tentang
pesantren.
Penyebaran informasi tentang lembaga memang tidak
langsung direspon oleh masyarakat. Bisa jadi masyarakat belum berfikir jauh akan
adanya lembaga, mereka hanya sekedar mengetahui dan setelah itu belum ada
niatan untuk mendukung program atau lembaga tersebut. Maka, perlu tahap kedua
untuk menyaring dukungan masyarakat.
Tahap kedua, yaitu penyampaian informasi tentang lembaga
secara lebih komprehensif, plus dengan apa yang akan dilakukan, kegiatan yang
akan datang yang akan memberikan manfaat baik bagi organisasi maupun
masyarakat.
Kegiatan pesantren, tentunya tidak hanya diikuti oleh
penghuni didalamnya, namun terkadang ada keterlibatan masyarakat baik dalam
skala kecil maupun besar. Seperti pemenuhan kebutuhan santri, pembangunan
sarana dan prasarana, hingga kebutuhan akan pekerja dalam pembangunan
pesantren.
Keterlibatan masyarakat ini dapat mengakibatkan berbagai
prespektif sesuai dengan pemahaman masyarakat akan lembaga pesantren. Ada yang
hanya melihat pesantren itu hanya disiplinya, ada juga yang hanay melihat
pembangunan gedung yang megah, adapula yang hanya melihat proses pendidikan
yang terkadang dianggap terlalu tradisional. Disinilah peran humas diperlukan
guna memberikan gambaran lebih lengkap dan komprehensif tentang pesantren.
Bagian humas perlu merumuskan kata kunci apa saja yang
dapat menggambarkan pesantren, sehingga siapapun yang mendengarnya atau
mengetahuinya dapat menangkap gambaran umum dari pesantren. Dalam bahasa masa
kini kita mengenalnya sebagai moto, semboyan maupun identitas yang melekat pada
lembaga tersebut. Misalnya saja Pondok Gontor yang dilabeli modern. Kata modern
sendiri merupakan tambahan yang secara singkat dapat memahamkan siapapun yang
mendengarnya, dapat menggambarkan secara umum apa itu pesantren Gontor.
Kata kunci saja tidak cukup, harus ada kata atau kalimat
lainya sebagai pendukung. Misalnya di Gontor ada motto dan panca jiwa. Panca
Jiwa Gontor yaitu: Keikhlasan, kesederhanaan, berdikari, ukhuah Islamiyah, dan
kebebasan. Sedangkan Motto Pondok Gontor adalah: Berbudi tinggi, berbadan
sehat, pengetahuan luas dan pikiran bebas. Dua rumusan ini secara singkat dapat
menggambarkan bagaimana kehidupan santri dan guru-guru di dalam pesantren,
sehingga publik dapat menangkap secara cepat bagaimana kehidupan di pesantren.
Namun, diperlukan penjelasan lebih lanjut dari apa yang
telah dirumuskan. Penjelasan itu dapat berupa lisan, maupun tertulis melalui
berbagai media. hanya saja dipastikan dulu bahwa dalam publikasinya kita tidak
memaksa masyarakat untuk mengerti, karena kalau itu terjadi bisa jadi bukan hal
baik yang diterima masyarakat, namun seakan dipaksa untuk mengerti keadaan
pesantren.
Pengertian mayarakat terhadap lembaga pendidikan
pesantren dalam tahap ini belumlah cukup. Perlu tahap ketiga, yaitu pembuatan
program kegiatan yang akan memberikan manfaat baik bagi organisasi maupun
masyarakat. Sehingga hubungan keduanya dapat lebih erat lagi.
Sebagaimana seorang bijak berujar, “I listen, I forget; I
see, I remember; I do, I understand” (Saya mendengarkan, maka saya lupa; Saya
melihat maka saya ingat; Saya kerjakan, maka saya memahami). Inilah pentingnya
tahapan ketiga, yaitu membuat kegiatan dimana masyarakat terlibat didalamnya.
Sebenarnya, dunia pesantren lebih diunggulkan masyarakat
karena memang bebasis keagamaan dimana mayoritas masyarakat beragama Islam.
Pesantren dapat membuat event yang didalamnya masyarakat terlibat. Dalam skala
kecil, pesanteren pastilah membutuhkan pemenuhan kebutuhan yang akan disuplai
oleh masyarakat, hal sekecil ini akan menguntungkan baik pesantren atau
masyarakat yang terlibat.
Lebih jauh lagi, Dengan mengadakan berbagai kegiatan
keagamaan, misalnya peringatan hari besar keagamaan maka masyarakat akan
mengetahui lebih jauh tentang pesantren dan mendukungnya karena melibatkan
masyarakat. Selain itu, perlu juga kegiatan-kegiatan filantropi, seperti bakti
sosial, pendayagunaan masyarakat dan lain sebagainya. Intinya, bagaimana humas
dan pesantren membuat sebuah acara atau program kerja dimana masyarakat
dillibatkan dan mendaatkan manfaat baik moril maupun materil.