Almarhum K.H. IMAM ZARKASYI & Almarhum K.H. AHMAD SAHAL
Pada KHATAMAN KELAS VI KULLIYATUL-L-MU’ALLIMIN AL-ISLAMIYAH
PONDOK MODERN DARUSSALAM GONTOR PONOROGO
Pengantar
بـــــِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيـــْمِ
Sudah menjadi sunnah di Pondok Modern Darussalam Gontor dalam melepaskan santri-santrinya yang telah menyelesaikan pelajaran di Kulliyatu-l-Mu’allimin Al-Islamiyah (KMI), Bapak Kyai/Pimpinan Pondok selalu memberikan wasiat, pesan, nasehat, dan harapan kepada para santri.
Dalam menyampaikan hal-hal tersebut, sering diiringi dengan cucuran air mata, karena merasa terharu atas kesyukuran-kesyukuran dan prihatin dengan cita-cita dan harapan yang ditumpukan kepada mereka. Sebab, pada pundak mereka Islam dititipkan, pada pundak mereka missi Pondok ini dijalankan, sedang cita-cita Pondok masih jauh dan langkah mereka segera dimulai untuk terjun ke masyarakat.
Untuk ini, kami sampaikan wasiat tertulis dari Almarhum K.H. Imam Zarkasyi dan Almarhum K.H. Ahmad Sahal, Pendiri Pondok Modern Darussalam Gontor untuk dapat diamalkan oleh para santrinya sebagai bekal di masyarakat.
Namun tulisan ini mungkin belum dapat menggambarkan seluruh isi hati beliau sebagaimana dikatakan dalam bahasa Arab:
وَفِي صُدُوْرِهِمْ أَكْبَرُ مِنَ الْكَلِمَاتِ.
‘Dan yang ada di dalam dada beliau lebih besar dari ungkapan kata-kata.’
Semoga wasiat, pesan, nasehat, dan harapan ini dapat diamalkan dengan sebaik-baiknya.
فِي أَيِّ أَرْضٍ تــَطَأْ فَأَنـــْتَ مَسْئـــُوْلٌ عَنْ إِسْلاَمِهَا
Gontor, Ramadhan 1429
Pimpinan Pondok Modern Gontor:
K.H. Abdullah Syukri Zarkasyi, M.A.
K.H. Hasan Abdullah Sahal
K.H. Syamsul Hadi Abdan
WASIAT, PESAN, NASEHAT, DAN HARAPAN Disampaikan oleh Direktur KMI, K.H. Imam Zarkasyi, pada Malam Khataman serta penjelasan beliau di hadapan para Siswa Kelas VI Kulliyatu-l-Mu’allimin Al-Islamiyah Pondok Modern Darussalam Gontor.
بِـسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيـْمِ
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتـُهُ
Anak-anakku yang saya cintai; Anak-anakku yang saya hargai; Pertemuan ini mengharukan kami/saya, serta memberikan kenang-kenangan yang mendalam. Bagaimana tidak akan terharu, anak-anakku telah hidup di Pondok Modern Gontor bersama kami selama 6, 7, 8, bahkan sampai 9 tahun; masa yang cukup lama dalam sejarah hidup manusia; masa yang dapat menentukan hitam putihnya manusia.
Selama ini, anak-anakku bertekun, taat, patuh, disiplin, bergaul dan berkecimpung dalam suatu lapangan dan naungan Pondok Modern Darussalam Gontor. Dalam rasa terharu inilah, saya harus memberikan: “KATA PERPISAHAN, WASIAT, PETUAH, PESAN, DAN NASEHAT.”
Telah banyak kata-kata yang kulepaskan, nasehat-nasehat yang kuberikan, anjuran-anjuran yang kusampaikan, tuntunan-tuntunan untuk diamalkan, dan petunjuk-petunjuk untuk pedoman.
Telah banyak air yang kamu minum selama di Darussalam, suara-suara yang telah kamu dengar, suasana yang telah kamu alami, contoh-contoh yang telah kamu lihat dan pimpinan yang telah kamu rasakan. Rasanya, tak banyak lagi yang perlu saya katakan di sini, sebagai bekal hidup untuk menghadapi masa depanmu.
Hanya, sebagai kesyukuran dan kasih selamat, dan sebagai akibat rasa cinta-suci sehingga menimbulkan cemburu, maka kusampaikan juga pesan-pesan ini. Anak-anakku yang kucintai;
1. Buatlah suatu catatan sejarah hidupmu (autobiografi) secara jujur
sebelum engkau melangkahkan kaki ke Pondok Modern Gontor, kemudian hidup dan penghidupanmu selama di Darussalam untukmu dan untuk Pondok:
a. Bekal apa yang kau bawa, dan bagaimana perkembangannya di Pondok Modern Gontor;
b. Pendidikan yang kau rasakan;
c. Pengalaman-pengalaman di luar bangku sekolah;
d. Pergaulan sesama teman sejawat;
e. dan lain-lain yang dipandang perlu;
f. Lengkapi dengan pasfotonya.
2. Bosankah di Pondok Modern Gontor? Bosankah kami/saya kepada anak-anakku sekalian?
Ketahuilah! Orang yang cinta, orang yang tahu kepentingan, tidak merasa bosan. Tidak ada orang yang bosan melihat anaknya! Begitulah saya kepada anak-anakku sekalian. Begitulah guru-guru kepada anak-anakku sekalian. Semoga anak-anakku pun dapat “menimbang rasa” dan membuat keseimbangan.
3. Kenalilah Dirimu (Renungkahlah)!
a. Jangan Aksi Dulu! Andaikata ada seorang gadis yang buruk (tak cantik), dia bersolek dan berpakaian berlebih-lebihan, menghias diri, berpupur, bercat bibir, membentuk alis, bergelang, berkalung, gerak-gerik dan tutur katanya dibuat-buat; apakah kesimpulan pandangan dan pernilaian orang terhadap dirinya?
b. Harus Tahu Ukuran Diri! Seorang miskin yang hidup di dalam kekurangan, tetapi boros berbelanja, berpakaian selalu minta bagus, makan enak-enak, bekerja malas, lagak dan gayanya tak mau kalah dengan orang kaya, berlebihan…….. Apakah yang akan terjadi atas orang yang demikian?
c. Minta Sama Rata, Sama Rasa? Orang yang lemah mengangkat, memikul, bekerja, dan lemah pula atau tidak ada kegiatannya dalam berusaha, masih juga mengharapkan hasil dan upah seperti orang giat, kuat, dan gagah. Apakah namanya orang yang sedemikian itu? Dapatkah kepandaian anak satu kelas itu sama?
d. Gila Jadi Mahasiswa/Asal Mahasiswa Merasa beruang,
kaya; menurut pikirannya, asal ada uang tentu dapat ilmu, dan tentu dapat ke perguruan tinggi, dapat ke Mekkah, Mesir, dan dapat ijazah.
Apakah hasil yang diperoleh kalau dirinya masih kosong, otaknya beku?
Ia menyangka: “ILMU DAPAT DIBELI”; akhirnya “ARANG HABIS BESI BINASA, PAYAH SAJA TUKANG TEMPA.” Semuanya itu cermin, untuk direnungkan, agar anak-anakku “TAHU DIRI dan TAHU UKURAN DIRI”.
Semoga anak-anakku dapat memahami ini dengan sebaik-baiknya.
4. Anak-anakku yang saya Hargai “Benar-Benar, Kamu Berharga”
Berapa ratus kawanmu selagi duduk di kelas I (satu) dulu? Tidak banyak sampai ke batas, meskipun sebabnya berbeda-beda?
a. Ada yang karena akalnya (aqliyah/ilmiyah);
b. Ada yang karena budi pekertinya (khuluqiyah) atau karena tidak tahan disiplin Pondok Modern Gontor;
c. Ada yang karena materiil;
d. Ada yang karena tekanan dan suasana keluarga.
Kami menghargai mereka yang tidak sampai ke batas itu, meskipun baru setahun, dua tahun, atau lebih di Pondok Modern ini. Tetapi saya/kami “SANGAT MENGHARGAI DAN IKUT BERSYUKUR” sebesar-besarnya atas sampainya anak-anakku ke batas yang direncanakan ini dengan bertekun sampai enam atau tujuh tahun. Maka dari itu, kami tekankan: “KAMU BETUL-BETUL BERHARGA”. “HARGAILAH DIRIMU, TETAPI JANGAN MINTA DIHARGAI!”. MENGHARGAI DIRI, berarti meletakkan diri pada tempat yang terhormat, dan dijaga jangan sampai tergelincir ke tempat yang kotor, rendah, hina, atau bernoda. Menghargai diri berarti juga “TIDAK MENGOTORI DIRI SENDIRI DENGAN SESUATU YANG RENDAH, ATAU REMEH, YANG TIDAK BERARTI, ATAU TIDAK BERISI”.
Dalam hal ini, pandai-pandailah menilai sesuatu! Tidaklah hina seorang yang mengendarai sepeda dengan karung goni kumal di belakangnya, asalkan barang itu halal dan perlu. Sebaliknya, belum tentu yang mengendarai mobil mewah dan mengkilat itu terhormat.
Pergunakanlah diri pribadimu untuk maksud-maksud yang terhormat, suci, dan berharga. Dengan sikapmu yang demikian, dengan tidak kamu minta, orang akan menghargai diri pribadimu.
Tetapi……… jangan sekali-kali kamu minta dihargai, dengan angkuh, sombong, dan jual mahalmu……..! Jangan diharap, dengan sikapmu yang begitu akan mendapat kehormatan atau penghargaan, bahkan sebaliknya; “HANYA NILAI KERENDAHAN BUDILAH YANG LEBIH DAHULU AKAN ENGKAU DAPAT”.
Anak-anakku yang kucintai!
5. Cintailah Ilamu lillahi ta’ala, bukan karena peraturan gaji pegawai (PGP), atau karena lain-lainnya!
PERUMPAMAAN: Andaikata engkau cinta kepada seseorang, yang mana cintamu itu tumbuh dari kesucian nuranimu, mengharapkan sehidup-semati, seperahu- sepenanggungan. Maka, cintamu itu:
a. bukan karena rupanya,
b. bukan karena hiasan yang dipakainya,
c. bukan karena harta kekayaan yang dimilikinya
d. bukan karena pangkat dan jabatannya,
e. dan lain sebagainya.
“CINTAILAH ILMU, KARENA IA ADALAH MUSTIKA YANG UTAMA!”
Kalau kamu cinta kepada ilmu, maka ilmu yang wajib dicintai itu akan menemani kamu seumur hidupmu, di mana pun kamu berada.
6. Ijazah dan Surat Keterangan Yang Berharga
a. ILMU, PRIBADI, dan KECAKAPANMU dalam masyarakat akan membuktikan buah yang berharga dan dihargai;
b. Kenyataan hasil ilmu, pribadi, dan kecakapanmu yang berguna bagi masyarakat itulah yang sebenar-benarnya ijazah dan surat keterangan yang dapat dipertanggungjawabkan di dunia dan di akhirat nanti;
c. Nilai daripada Ijazah, Surat Keterangan dari suatu perguruan/ pendidikan ialah: ATAS HASIL USAHA BAGI KEBAIKAN MANUSIA.
Banyak orang tidak memegang ijazah atau surat keterangan dari suatu perguruan tinggi, namun atas usahanya yang berguna bagi masyarakat, maka, namanya menjadi sebutan orang, dicatat dalam sejarah dengan tinta emas, dari kecakapan dan jasanya.
Adapun tentang ijazah atau surat keterangan, tentu dan sudah selalu kami berikan kepada yang berhak, menurut kecakapan dan kualitasnya masing-masing, apa adanya. Maka ikhlaslah menerimanya nanti!
Kalau ada anak yang mengatakan bahwa di Pondok Modern Gontor ijazah atau surat keterangan tidak diberikan, itu hanya mungkin kepada anak yang mengatakan itu sendiri, karena ia sebenarnya tidak berhak, entah apa sebabnya, dia sendiri yang lebih tahu.
Andaikata ada yang mendapat ijazah yang cukup mentereng dari kami (atau dari yang lain), maka hendaknya jangan mabuk, merasa terlalu lebih, lupa lain-lain, hanya berpusat pada harga dirinya. Jangan!! Tapi……… hendaklah diambil manfaatnya untuk masyarakat. Sekiranya seseorang telah ternoda pribadinya, merosot akhlaqnya dan budinya, rendah nilai kecakapannya, maka Ijazah/Syahadah/Surat Keterangan TIDAK AKAN MENGANGKAT dia dari kerendahan dan kemerosotannya itu, bahkan Ijazah/Syahadah/Surat Keterangan itu dapat ternoda karenanya.
7. Bergeraklah, Tumbuhlah, Berkembanglah!
Tanda hidup adalah “BERGERAK, TUMBUH, dan BERKEMBANG.” Inilah fitrah atau thabi’i (di dalam ilmu Biologi).
Tak bergerak, tak tumbuh, dan tetap, dinamakan “MATI”, kepada manusia dikatakan: “PASIF, STATIS, MABNI”.
Dengan berusaha memperkembangkan diri, manusia dapat maju mencapai tujuan hidup yang baik, dan sukses. Kita kenal dalam sejarah, dalam dan luar negeri, akan orang-orang besar, yang asalnya hanya keluaran Sekolah Dasar.
Edison umpamanya, hanya beberapa bulan saja duduk di bangku sekolah.
Pujangga R. Ng. Ronggowarsito, adalah santri Tegalsari;
Hamka, hanya dengan belajar kepada orang tuanya. Itulah orang besar dan berjasa, karena perkembangannya dalam masyarakat.
TUKIKKAN PANDANGAN KEPADA YANG DEKAT!
a. Alhamdulillah Pondok Modern Gontor bergerak, hidup dan berkembang dalam segala seginya, sebagaimana lazimnya suatu tubuh yang tumbuh. Kita bersyukur. Maka, salah benar orang yang mengira dan menilai Pondok Modern Gontor dewasa ini seperti Pondok Modern Gontor pada tiga puluh tahun yang lalu. Jauh perbedaannya di dalam isi, nilai, pengalaman, hubungan dan daerah pengaruhnya –-ke luar dan ke dalam. Demikianlah sesuatu yang bergerak, hidup dan tumbuh.
b. Teman-temanmu yang telah tamat terlebih dahulu dan telah mengalami perkembangannya, tidak akan dapat disamakan dengan yang baru saja tamat. Salah benar apabila menilai seorang guru, khususnya di Pondok Modern Gontor ini, hanya dilihat dari segi ijazahnya, dari segi…… “teman saya sekelas”, “bekas murid saya”, dan sebagainya.
Pernilaian yang sedemikian itu menunjukkan tidak mengertinya (seseorang) akan arti perkembangan dan pertumbuhan. Bekal serta dasar untuk tumbuh itu bagi anak-anakku, insya Allah, cukup, dan akan lebih cukup lagi dalam perkembanganmu nanti. Pada waktu ini, baru bekal sebagai bahan mentah, atau baru bibit unggul yang sudah engkau punyai. Atau, baru sebagai “kunci”. Anak-anakku yang kucintai; Harapanku: “Semoga anak-anakku bergerak, hidup dan berkembang dalam segi-segi yang bermanfaat!” Amin.
8. Jalan dan Cara Pertumbuhan dan Kemajuan Untuk memperkembangkan diri, banyak benar jalannya.
Cara-caranya pun beraneka ragam pula, sebagaimana yang diuraikan oleh Al-Ustadz Ali Ali Al-Khinaniy, yang garis besarnya dapat kita sebutkan sebagai berikut:
a. Duduk di bangku di muka guru;
b. Berdiri di muka kelas di hadapan murid;
c. Bergaul dalam masyarakat di pelbagai lapisan dan tingkatan;
d. Bertekun dengan buku-buku, majalah-majalah, atau surat kabar-surat kabar;
e. Mendengarkan radio, khutbah dan da‘wah;
f. Berjalan, menyelidiki keindahan dan/atau kerusakan alam;
g. dan sebagainya.
Bukan hanya duduk di bangku perguruan tinggi saja ilmumu akan bertambah. Duduk dalam majelis-majelis masyarakat ramai, di surau, di masjid, dalam perhelatan dan kenduri-kenduri, ilmumu akan dapat bertambah juga.
Mengajar, berdiri di muka murid, amat besar artinya. Kalau biasanya kamu hanya bertanya, kini engkau akan ditanya oleh murid-muridmu, sebelum engkau ditanya oleh Tuhanmu. Apabila engkau ditanya gurumu, dapat saja tidak menjawab, atau dengan coba-coba menjawab, kalau-kalau benar atau kebetulan.
Tetapi tidak demikian halnya dengan guru ditanya muridnya. Engkau akan ditanya murid-muridmu, maka engkau harus menguasai penuh dan faham benar-benar segala masalah yang kamu hadapi. Masyarakat terdiri dari pelbagai golongan dan tingkatan, ke tingkat mana dan golongan apa engkau bergaul, engkau akan mendapat ilmu dan hikmat, asalkan engkau pandai-pandai bergaul dan pandai-pandai menggunakan kesempatan untuk menambah isi dadamu.
Bacalah buku-buku besar dan kecil, luar dan dalam negeri. Itu salah satu guru yang setia, menunjuki dan membimbing kamu dengan tak jemu-jemunya, selagi engkau sudi membaca dan memahaminya. Ia akan membimbing kepada kesucian jiwa, menerangi kegelapan yang menyelubungi rohanimu.
Kunjungilah perpustakaan, akan terdapat apa yang engkau hajatkan, dan akan dapat menebak apa yang tidak kamu ketahui selama ini. Di masa lampau (40 tahun yang lalu), pernah seorang anak bertanya kepada kami: “Setelah kami tamat dari sini (KMI), di mana kami akan dapat menambah ilmu kami (meneruskan belajar)?” Jawab kami: “Pergilah ke toko kitab Salim Nabhan, di Surabaya!”
Dalam mencari buku, jangan pilih-pilih; dalam bahasa apa saja, dalam bentuk besar atau kecil, berupa buku baru ataupun yang sudah kumal. Begitupun dalam majalah. Di dalam lipatan buku-buku itulah terpendam mutiara ilmu yang sulit, pelik, dan bermanfaat, yang hanya didapat oleh yang mencarinya.
Itulah arti “THALABU-L ‘ILMI”. Buku-buku terjemahan dalam bahasa Indonesia pun banyak memberikan jalan dalam memperdalam pengertian. Namun, hanya mempelajari terjemahan saja, kurang memberikan tuntunan yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya, lebih-lebih dalam membahas hukum Islam.
Maka dari itu, carilah kemudian baca dan pelajarilah buku aslinya agar kamu puas dalam menggali kandungan buku itu. Mendengarkan khutbah dan penerangan khusus dan umum juga banyak memberikan ilmu kepada kita; dan demikianlah selanjutnya banyak benar jalan untuk memperkembangkan diri pribadimu.
Pesat dan tidaknya perkembanganmu tergantung kepada kesabaran, keuletan, ketabahan, dan kebijaksanaanmu yang disesuaikan dan diselaraskan dengan masyarakat dan keadaan suasana setempat. “BERIBU JALAN KE ROMA”, demikian kata pepatah orang Eropa.
9. Tempat Pencurahan Amal Jangan pilih tempat dan jangan menentukan waktu untuk beramal.
Tempat di bumi Allah pada umumnya dan di Indonesia pada khususnya; di kampung, di desa, di kota, di lembah gunung, di mana ada makhluq yang mendiaminya.
Jangan segan menjadi imam di surau atau langgar yang kecil, jangan tidak bersemangat memberikan penerangan serta keterangan di hadapan khalayak yang sedikit serta tak nampak pula corak bajunya.
Kalau di kelas, jangan hanya memilih mata pelajaran yang ringan dan mudah saja. Pilihlah yang agak berat, tetapi engkau dapat; itu akan lebih menguntungkan dirimu, karena dengan demikian akan menjadi pendorong untuk bersungguh-sungguh mempersiapkan pelajaran itu sebelum berdiri di muka kelas, di muka murid.
Itupun jangan lupa, ukuran dirimu. Ketahuilah! “SEBESAR KEPAYAHAN DENGAN KESUNGGUHAN HATIMU, SEBESAR ITU PULALAH KEUNTUNGANMU”.
Pepatah mengatakan “KALAU SUKA BERLELAH-LELAH, YANG SUKAR DAN PAYAH MENJADI MUDAH”.
10. Ikhlas dan Bijaksana Dalam Memimpin
Jika sekiranya engkau diserahi (tugas) untuk memimpin, hendaklah engkau memimpin MENURUT PENDAPAT SERTA PENGETAHUANMU.
Kalau kamu menjadi orang yang dipimpin, tanyakan bagaimana cara dan jalannya. Kiranya sesuai, jalankan dan turutkan dengan ikhlas. Namun apabila merasa perlu, tentu boleh mengusulkan atau mengemukakan fikiranmu.
Kalau usul itu diterima bersyukurlah! Jika tidak, bijaksanalah dan tetap ikhlas! Jangan mudah-mudah menentang mentah-mentah akan pemimpinmu! Dalam hal ini bebas berpikir untuk dapat meletakkan diri, dengan pertimbangan suci, ikhlas, jauh dari pengaruh nafsu.
11. Tahu Meletakkan Diri Pandai-pandailah meletakkan diri pada tempatnya!
Harus tahu papan-empan, dapat menyesuaikan diri pada tempat dan waktunya, jangan merasa takabbur dan merasa berilmu sendiri, merasa benar sendiri.
Sebaliknya, jangan merasa rendah diri, pengecut dan penakut. Jagalah dirimu, ingat kepada: kesopanan dan etiket (merek) Pondok Modern Gontor.
Dapat menyesuaikan diri dalam segala lapisan dan tingkatan masyarakat. “YANG TUA DIHORMATI, YANG MUDA DISAYANGI”.
Pergaulan dalam keluarga, sekampung sehalaman dan kolega atau teman sejawat.
12. Tujuan…KE MANA TUJUANMU SESUDAH DARI “PONDOK MODERN GONTOR” INI?
Dalam hal ini, kami merasa ikut bertanggung jawab dan berhak untuk memberikan pertimbangan-pertimbangan, sebagaimana lazimnya perguruan setingkat ini. Rasa tanggung jawab serta hak kami ini, mengingat adanya hubungan jiwa dan pergaulan selama ananda kami bimbing.
Pernah kami katakan kepada seorang tamatan KMI, demikian: “Saya/kami lebih tahu tentang pribadimu daripada kamu tentang dirimu sendiri”.
Hal demikian itu dibenarkan juga oleh yang bersangkutan. Maka, insya Allah, kami akan memberikan pertimbangan-pertimbangan itu di mana perlu, sesuai dengan pribadi masing-masing.
a. Jangan Jadi Anak Hilang! Di antara anak-anakku jelas ada yang hendak “PULANG MENYERBU MASYARAKAT.” Inilah tujuan paling utama yang sangat kami setujui. Untuk itu, tidak ada alasan bagi kami untuk tidak menyetujuinya. Justru itulah yang menjadi urgensi program kita: “DAPAT BERJASA/BERGUNA DALAM MASYARAKAT”.
Untuk melaksanakan itu, hendaknya tetap bijaksana, dan perlu diingat: – Jangan kecil hati; – tahu diri; dan – papan empan. Masyarakat inilah yang selurus-lurusnya jalan, dari sana engkau berasal, dan kepadanya engkau kembali, demi untuk: MENEGAKKAN KALIMAT ALLAH, MEMBIMBING UMMAT YANG MENGHAJATKAN TUNTUNAN KE JALAN YANG DIRIDLAI ALLAH (لإعلاءِ كلمةِ الله).
b. Apabila ada yang bermaksud ke pondok pesantren lain; baik saja, dengan maksud menjelajahi bermacam-macam kitab agama yang biasa dikaji orang.
Dan fahamilah semua kitab yang dibaca. Untuk anak-anakku wajib punya kitab sedikitnya:
• فَتْحُ اْلقَرِيْبِ • فَتْحُ اْلـمُعِيْن • إِعَانَةُ الطَّالِبِيْن
ARTI MEMBACA KITAB Dalam hal itu, jangan terlalu heran kalau ada orang yang hanya pandai membaca tetapi tidak mengerti dan tidak berusaha untuk memahami kitab-kitab yang dipelajarinya.
Pakailah etiket pondok pada umumnya, dengan arti: jangan mudah-mudah bertanya kepada guru atau kyai, kalau salah penerimaan, dikira kamu hanya mencoba atau menguji guru. Di pondok, untuk belajar, maka sementara waktu jangan kamu asyik mengajar. Kembalilah dahulu sebagai mubtadi’ (مُبْتَدِئُ) dengan merendahkan diri. Yang jelas berbahaya, sekiranya kamu pura-pura tahu, padahal belum mengerti. Lebih baik “TAJAHHUL SOCRATES” daripada “JAHIL MURAKKAB”.
c. Kalau kamu bermaksud ke perguruan tinggi, pertimbangkan baik-baik dari segala segi, banyak liku-liku yang harus dilalui dan tidak sedikit syarat yang harus dipenuhi. Jangan lupa ukuran diri. Jangan terlalu fanatik dan menggantungkan masa depanmu kepada sesuatu yang bernama “PERGURUAN TINGGI”, “AKADEMI” atau “FAKULTAS”, dan lain sebagainya.
Bercerminlah kepada teman-temanmu yang telah lebih dahulu daripadamu. Sekali lagi, bercerminlah! Dan janganlah hendaknya masuk ke PERGURUAN TINGGI, mengurangi kesediaan untuk berjasa kepada masyarakat dalam segala tingkatannya; meskipun dalam tingkatan masyarakat yang serendah-rendahnya.
Beramallah dengan ikhlas di mana saja, dengan bentuk yang bagaimana saja rendahnya. Jangan segan-segan beramal hanya karena sudah menjadi “mahasiswa”. Bagi anak-anak yang cukup syarat-syarat kecakapan, kecerdasan, serta cukup persediaannya, tentu saja saya setuju, bahkan saya dorong untuk melanjutkan pelajarannya di perguruan tinggi, atau kepada pelajaran yang lebih tinggi sebagai saluran perkembangannya.
Hal ini, anak-anakku telah melihat sendiri dengan mata kepala, dengan kenyataan yang ada, anak-anak yang telah meneruskan, bahkan ada yang kami sokong dengan daya upaya yang memungkinkan, moril maupun materiil……… (sudah banyak). Apa yang dicari di sana? Di perguruan tinggi? Kalaupun ada yang dapat masuk ke perguruan tinggi, maka isi ilmunya yang harus kita ambil, bukan aksinya yang kita utamakan.
Hanya yang sangat kami sayangkan dan tentu saja belum disetujui itu, ialah anak-anak yang tidak mau sampai ke batas, tidak mau mendengarkan nasehat kami, belum cukup dasar-dasarnya, belum cukup persiapan ilmunya………… dan kasihan………… yang akhirnya hanya bertambah aksi dan tidak juga yang dituju itu tercapai………… karena tidak tahu diri.
“SA IKUE CAPANG SA IKUE CAPEH”: Yang dikejar tidak didapat, yang dikandung kececeran.
“HARAPKAN GURUH DI LANGIT, AIR DI TEMPAYAN DICURAHKAN”.
Di situlah letak obyek rintihan kami.
d. INGIN DIKIRIM KE LUAR NEGERI?
Tidak semua atau mesti yang ke luar negeri itu baik dan beruntung, lebih-lebih yang belum lengkap perbekalan ilmu dan mentalnya. Sebaliknya, yang tidak ke luar negeri dapat juga bertambah. Contoh cukup banyak. Untuk ini, tidak perlu kita perjelas atau perpanjang kata. Kembali sendiri, apa yang sebenarnya kita cari.
13. Pertanyaan di atas kami kemukakan sebelum adanya IPD (sekarang Institut Studi Islam Darussalam/ISID). Maka setelah adanya IPD —dan alhamdulillah sudah merupakan perguruan tinggi yang stabil—diakui, lagi telah menghasilkan. Dalam kenyataan ini, harap tukikkan pandanganmu! Kami katakan, karena mungkin selama ini kurang ada kesempatan untuk memperhatikan, apalagi menilainya.
Banyak perguruan tinggi di luar Pondok Modern Gontor hanya bagaikan fatamorgana (سـَرَاب), yang hanya memberi harapan dari jauh bagi yang haus akan ilmu. Tetapi kenyataannya……… jauh dari harapan. Baik mengenai organisasi/perlembagaannya, ataupun mengenai isi dan perlengkapannya, lebih-lebih dalam hal disiplin dan ketekunannya. Isinya pun masih jauh, memalukan, meskipun sudah bertitel doktorandus (Drs.).
14. Penutup Akhirnya, saya/kami/kita senantiasa berdo’a, semoga… ILMUMU, AMALMU, dan WUJUDMU itu tetap bermanfaat bagi masyarakat, menjadi amal jariyah dengan mendapat ridla Allah subhanahu wa ta’ala.
1. رَبَّنَا آتِنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً وَهَيِّئْ لَنَا مِنْ أَمْرِنَا رَشَدًا.
2. رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِيْنَ إِمَامًا.
3. رَبَّنَا لاَ تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِيْنَا أَوْ أَخْطَأْنَا، رَبَّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا، رَبَّنَا وَلاَ تُحَمِّلْنَا مَا لاَ طَاقَةَ لَناَ بِهِ، وَاعْفُ عَنَّا، وَاغْفِرْ لَنَا، وَارْحَمْنَا، أَنْتَ مَوْلاَنَا، فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ.
4. اَللَّهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ.
5. اَللَّهُمَّ سَلِّمْنَا وَالْمُسْلِمِيْنَ.
6. رَبَّنَا نَجِّنَا مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِيْنَ.
7. اَللَّهُمَّ اكْشِفْ عَنَّا الْبَلاَءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفِتَنَ وَالْمِحَنَ.
8. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
9. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ، وَالْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
WASIAT, PESAN, NASEHAT, DAN HARAPAN Pokok-pokok wasiat Pengasuh Pondok Modern Gontor, K.H. Ahmad Sahal, pada malam Khataman Kelas VI KMI.
Berisi penjelasan, pesan, nasehat, dan harapan beliau kepada para siswa yang telah menyelesaikan pelajaran mereka di kelas VI KMI Pondok Modern Gontor.
بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Anak-anakku yang saya cintai; Anak-anakku yang saya hargai;
1. Kamu Dekat Sungguhpun anak-anakku nanti tak tampak dalam pandanganku sehari-hari,
anak-anakku telah jauh pergi, namun pada hakekatnya itu hanya lahiriyah saja. Dalam hati, sungguh, anak-anakku tak dapat kulupakan. Wajahmu tetap terbayang, gerak-gerikmu selalu kami perhatikan, dan selalu sampai kepada kami laporan dan beritanya. “SELAMA RASA CINTA-MENCINTAI TELAH MENDALAM DALAM HATI, KITA DAPAT BERBICARA SEHARI-HARI”.
2. Pandai-Pandai dan Bijaksana Dalam masyarakat, di mana anak-anakku berada, hendaklah pandai-pandai meletakkan, menyelaraskan, menyesuaikan serta membawa diri. Dengan demikian maka akan berhasillah usahamu dalam menunaikan kewajibanmu.
Banyak orang pandai/pintar, tetapi gagal dalam menjalankan usahanya, disebabkan kurang bijaksana, kurang cerdik. Hendaklah anak-anakku dapat meletakkan sesuatu pada tempatnya. Yang amat kuharapkan ialah:
“JADILAH ANAK-ANAKKU PEREKAT UMMAT!”
Fahami benar-benar arti “PEREKAT!” Bacalah, pelajarilah, selamilah dalam-dalam: AMANAT DAN WASIAT TRIMURTI (Pendiri Pondok Modern Gontor), pada Musyawarah Besar IKPM di Jakarta, tahun 1964;
dengan tekanannya pada PERSATUAN dan PARTAI, OVER COMPENSASI, TUTUP MATA KUDA PEDATI.
Pelajari pula dengan hati yang bersih MAKLUMAT-MAKLUMAT PERSEMAR (Peristiwa Sembilan Belas Maret Th. 1967) DAN BERITA ACARANYA, dengan tekanan pada “FITNAH”.
Anak-anak yang tidak percaya pada Pondok Modern Gontor dan Trimurti (Pendiri Pondok Modern Gontor), insya Allah, tetap bermanfaat ilmunya, tetapi……. bukan untuk “DIRINYA YANG TERKUTUK ITU”, melainkan untuk “ORANG LAIN”, khususnya bagi Pondok Modern.
3. Jangan Kehilangan Prinsip Anak-anakku,
alau kamu menghendaki, masuklah partai yang kamu senangi; tetapi hendaklah selalu hati-hati dalam makmum atau kalau menjadi imam partai! Baca “tokoh-tokoh” partai Islam! Jangan sampai keblinger, jangan buta, jangan meninggalkan prinsip, dan jangan kehilangan prinsip:
« رِضا اللهِ – لإعلاءِ كلمةِ الله »
Maka harapanku kepada anak-anakku: “JADILAH ORANG YANG BERPRINSIP!” Bahayanya masuk partai, kalau imamnya larut, makmumnya tetap nurut; imamnya batal, makmumnya tak mau kenal.
Apa yang tinggal? Maka, kenalilah benar-benar, siapa kawan, siapa lawan, dan ke mana arah tujuan, mana prinsip yang dijadikan pedoman. Dunia tahu, masyarakat pun melihat segala tingkah laku, budi pekerti dan mentalitas imam-imam partai, yang sering kali memalukan ulama umum di muka lain agama dan atheis.
Mereka tertawa menghina, sedang yang ditertawakan tak merasa. Harapanku kepada anak-anakku: “JANGAN SEKALI-KALI KHIANAT…………… KARENA PARTAI! Hati-hati, jangan sampai………… khatamallahu ’ala qulubihim, berani kafir, ngumbar nafsu angkara murka!”
Tak kenal batas, tak tahu arah, lupa tujuan, hilang prinsip. Masalah khilafiyah, furu’iyah –-sudah dibahas sejak lima ratus sampai seribu tahun yang lalu dan tak akan ada habisnya.
Kalau anak-anakku nanti masih juga membesar-besarkan, menghebohkan masalah tersebut, berarti ketinggalan zaman sepuluh abad. Yang dekat, terkena cekokan Snouck Hourgronye dan Van der Plaas; atau buta huruf segala…
4. Jagalah Namamu dan Nama Pondokmu!
Anak-anakku jangan mudah terpesona, berhati-hatilah berhadapan dengan “HARTA, TAHTA, dan WANITA”, karena sering menjerumuskan manusia ke dalam jurang kesesatan, duwitologi, pangkatologi, kursiologi, bahkan a’udzubillah –-perkembangan akhir-akhir ini–- di atas bangkai kawan mukminin, muslimin: judiologi, zinologi, korupsiologi segala…………
Jagalah namamu baik-baik, tetapi jangan sekali-kali mencari nama! Betapa banyak manusia tersungkur jatuh dan tak bangkit kembali karena luntur namanya. Ingat, kepercayaan ummat kepada dirimu, serta amanat masyarakat atas pribadimu. “AMANAT JANGAN DIKHIANATI!”
Di manapun anak-anakku berada, jadilah orang yang berjasa tanpa mengharap-harap balas jasa! Jagalah penghargaan masyarakat kepada dirimu serta penghargaan ummat kepada pondokmu, Pondok Modern Gontor. Jagalah kepercayaan masyarakat dalam dan luar negeri kepada Pengasuh dan Direkturmu.
Kapital pokok sampai sekarang ini, lain tidak, hanya
“KEPERCAYAAN UMUM, TIDAK KHIANAT MENERIMA AMANAT, ZELF CRITICT, ZELF CORRECTIE dan SELALU MINTA DIKOREKSI SAMPAI DENGAN PRIBADINYA”.
“PEGANG TEGUHLAH ETIKET DAN SUNNAH PONDOK MODERN GONTOR!”
Sungguh suatu kenyataan yang tidak dapat kami lupakan dan selalu kami akui: “MATA DUNIA BERADA DI DEPANMU”.
5. Inflasi …………
Sekarang banyak orang pandai, sarjana-sarjana dengan berbagai macam titelnya, sampai-sampai ……… inflasi.
Tercatat puluhan ribu sarjana penganggur, dan yang memperoleh kedudukan —memegang pimpinan— banyak yang tidak jujur, yang akhirnya akan hancur.
Pondok Modern Gontor – kuno mulo (‘sejak dulu’), sejak didirikan hampir setengah abad, bukan “BENGKEL BURUH”; pasaran selalu ramai, asal anak-anakku pandai-pandai menempatkan diri.
Masyarakat akan menilai; yang dinilai terutama bukanlah ijazahmu, titelmu, pangkatmu atau kedudukanmu, tetapi…………… BUDI PEKERTIMU, AKHLAQMU, KARAKTERMU, QALBUN SALĪMUN-MU,
bukan QALBUN FĀSIDUN YANG MERATA DI HATI TOKOH-TOKOH YANG TIDAK TAHAN, TIDAK TABAH.
Dalam saringan masyarakat, akhirnya yang lulus ialah………… “ijazah akhlaq”. Maka yang sangat kami harapkan, hendaknya anak-anakku tetap menjadi “MANUSIA BERKARAKTER”.
6. Sangu/Bekal Anakku Di antara yang dapat kami berikan sebagai sangu/bekal kepada anak-anakku sekalian ialah apa yang kami namakan………
“BIBIT PADI UNGGUL”.
Benih, bukan untuk dimakan habis, tetapi untuk menjadi bibit, disebarkan agar berkembang, berbuah dan berhasil banyak, serta berlipat ganda hasilnya, kemudian baru dimakan dan tak akan habis.
Sebarkanlah “BIBIT PADI UNGGUL” yang kami berikan itu pada persemaian yang subur. Peliharalah ia dengan keikhlasan dan kejujuran. Pupuklah ia dengan ketekunan, kesungguhan dan kesabaran, kemudian tanamlah ia di tanah yang subur, di hawa yang segar, yang murni.
Itu adalah kewajiban yang sewajar-wajarnya bagimu. Renungkan: Pesan/salaman/jabatan tangan perpisahan dari yang mulia Syeikh Al-Azhar, Syeikh Akbar Mahmud Syalthut (rahimahullah) kepada Pak Sahal, Pak Zarkasyi, di kala beliau berada di Indonesia dan bermaksud berkunjung ke Pondok Modern Gontor:
“Supaya para siswa nanti setelah keluar dari Pondok Modern, mendirikan balai pendidikan seperti Pondok Modern, dan saya ingin supaya di Indonesia ini ada seribu Pondok Modern.”
Kapankah harapan beliau itu dapat terpenuhi?
Dan apakah yang akan terjadi apabila harapan tersebut benar-benar terlaksana?
7. Aku Serahkan dan Aku Amanatkan Kepadamu
Aku serahkan dan aku amanatkan kepada anak-anakku sekalian “Pondok Modern” ini,
termasuk Ali Saifullah, Abdullah Syukri dan adik-adiknya.
Maju-mundurnya, baik-buruknya, suka-dukanya adalah tergantung kepada: “KEBIJAKSANAAN DAN TANGGUNGJAWABMU” Ini adalah “AMANATKU”, aku hanya tinggal menunggu “HUSNU-L-KHATIMAH”.
8. Hendaklah Menjiwa Ikatan Keluarga Pondok Modern (IKPM),
hendaklah benar-benar menjiwa, terutama dalam hati sanubarimu. Anak-anak lama keluaran Pondok Modern Gontor, untuk mengenangkan teman-temannya dalam merasakan senasib sepenanggungan di kala bersama-sama bernaung di Darussalam, ketika telah berumahtangga, ada yang menamai anaknya dengan nama salah satu teman sejawatnya.
Ini menunjukkan ikatan jiwa dan ukhuwah yang mendalam dari anak-anak kita.
Kalau di Pondok Modern Gontor engkau telah menikmati hidup di Darussalam (Kampung Damai), wujudkanlah Darussalam itu di luar Pondok Modern Gontor, di Indonesia, di dunia yang luas ini.
IKPM jangan keblinger, jangan kehilangan pedoman, jangan kena penyakit urat syaraf, kehilangan akal, lupa tujuan seperti sesudah MUBES……… terbalik seratus delapan puluh derajat;
dulu Pondok Modern untuk IKPM??? Kini IKPM sudah diluruskan, direhabilitasi, dan diremajakan. FAHAMILAH!
9. Kurelakan Anak-anakku yang kucintai;
Kini anak-anakku……… kurelakan engkau berjalan, dan kuikhlaskan engkau pergi……… semoga engkau mendapat “TUNTUNAN IMAN DAN PETUNJUK ALLAH YANG MAHA SUCI”.
Dan sekarang ini saya sudah tua, siap menunggu panggilan, do‘akan “husnu-l-khatimah”,
Pondok Modern Gontor tetap menjadi “medan ibadah”, Allahumma amin.
Berjalanlah anakku………!
Tujulah pulau idaman………!
Sebarkan benih di tangan!
Tuhan Allah menyertaimu………
Tunjukkanlah baktimu kepada ummat!
Perlihatkanlah darmamu pada masyarakat!
Meskipun “HANYA” guru ngaji di langgar (surau) kecil, ganjarannya mungkin melebihi pembesar negara.
“ALLAH YANG MAHA MENGETAHUI AKAN MEMBERI RAHMAT”
Selamat jalan anakku ………….!
Selamat jalan pahlawan ………!
Ya Allah, lindungilah dia …….!
Wassalam Pengasuh Pondok Modern Gontor,
Menyampaikan atas nama,
Almarhum K.H. Imam Zarkasyi
Almarhum K.H. Ahmad Sahal
Pimpinan Pondok Modern Gontor
K.H. Abdullah Syukri Zarkasyi, M.A.
K.H. Hasan Abdullah Sahal
Terimakasih kyaiku, guruku, orangtuaku...
semoga Allah merahmatimu, memasukkanmu edalam Syurga-Nya
Amiiin.....
Semoga eksis selalu, di jalan Allah.Diberkati dan dirahmatiNya.aamiin
BalasHapus