
iah yang terdapat pada bahasa Arab, yaitu sistem akar kata yang lengkap dengan arti-arti dasar yang saling berkaitan sehingga menjauhkan dari unsur subjektifitas. Bagi al-Attas al-Qur’an dan Hadits adalah bahasa Arab yang telah di-Islamkan, karena itu memiliki sifat ilmiyah yang mampu memuat kebenaran (truth) yang absolut dan objektif. Mari kita bahas lebih lanjut tentang Metafisika Islam menurut al-Attas.
Al-Attas melihat bahwa pandangan metafisika Islam yang telah diterangkan oleh para cendikiawan sufi banyak disalahpahami. Beliau menegaskan banyaknya pandangan yang melenceng dan jauh dari tasawuf Islami. Sufisme atau tasawuf menurut definisi al-Attas ialah praktek syari’at pada tingkat (maqam) ihsan. Beliau juga mengungkapkan bahwa metafisika Islam merupakan tasawuf filosofis, yaitu merupakan sistem terpadu yang secara positif menerangkat hakikat realitas yang sebenarnya melalui penggabungan akal dan pengalaman dengan tingkatan-tingkatan yang lebih tinggi, yang terdapat dalam dimensi suprarasional dan transempirikal kesadaran manusia.
Pencarian tentang realitas telah banyak dilakukan manusia sejak zaman dahulu. Namun hasil dari perenungan dan pencarian tersbut berbeda dengan pemahaman hakikat dalam Islam. Pandangan mengenai realitas pada umumnya disandarkan pada pengalaman rasional yang menggiring spekulasi filsafat dan ilmu pengetahuan pada analisis yang hanya tertuju pada persoalan segala sesuatu dan esensinya dengan mengorbankan signifikasi eksistensi itu sendiri. Metafisika Islam hanya mengakui perbedaan esensi dan eksistensi pada dataran rasional, sedangkan hakikatnya eksistensi itulah yang menjadi esensi segala sesuatu. Dan bahwa apa yang secara rasional atau konseptual disebut sebagai esensi pada hakikatnya hanyalah merupakan akibat dari eksistensi. Realitas adalah eksistensi mutlak yang tidak lain adalah kebenaran.
Konsep dan realitas Tuhan dalam metafisika al-Attas membawa implikasi yang jelas terhadap konsep, kandungan dan metode pendidikan Islam. Pengetahuan tentang Tuhan yang bersumber dari intuisidan kesadaran terhadap eksistensi diri dan dunia luar, secara otomatis tidak hanya menjadi sesuatu yang proporsional ataupun kognitif, tetapi lebih penting lagi menjadi sesuatu yang bisa dialami. Atas pertimbangan ini, dalam hadits qudsi Allah berfirman, “Barang Siapa yang mengetahui dirinya, maka dia akan mengetahui Tuhanya”. Dalam al-Qur’an juga disebutkan, “Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda Kami yang ada di langit dan yang ada dalam diri mereka sendiri...”.
Tujuan metafisika adalah penemuan kebenaran. Dan kebenaran tak seharusnya berubah-ubah, karena jika demikian tak lagi dapat disebut kebenaran, tetapi hanya dugaan. Karenanya, sekali suatu metafisika, yang bertujuan menemukan kebenaran, terumuskan dengan memadai, tugas berikutnya bukanlah mencari kebenaran, namun mempertahankannya. Tantangannya di sini adalah dalam soal pengungkapan metafisika itu dalam bahasa zaman yang terus berubah, baik karena soal masa maupun tempat. Ia melihat, metafisika Islam ini berlaku universal di seluruh masyarakat Muslim, dan pada kenyataannya memang telah tersebar ke seluruh wilayah dunia Islam.
Bagi seseorang yang memiliki agama atau kepercayaan sudah tentu konsep Tuhan akan masuk kedalam pandangan hidupnya. Bagi al-Attas elemen pandangan hidup Islam adalah seluruh konsep yang terdapat dalam Islam. Diantara yang paling utama adalah Konsep tentang hakekat Tuhan, Konsep tentang Wahyu (al-Qur’an), Konsep tentang penciptaan, Konsep tentang hakekat kejiwaan manusia, Konsep tentang ilmu, Konsep tentang agama, Konsep tentang kebebasan, Konsep tentang nilai dan kebajikan, Konsep tentang kebahagiaan dsb.
Disini konsep menurut al-Attas sangat penting dalam pandangan hidup Islam. Konsep-konsep ini semua saling berkaitan antara satu sama lain membentuk sebuah struktur konsep yang sistemik yang dapat berguna bagi penafsiran makna kebenaran (truth) dan realitas (reality). Konsep-konsep itu bagi al-Attas merupakan sistim metafisika yang dapat berguna untuk melihat realitas dan kebenaran. Sebab menurutnya sistim metafisika yang terbentuk oleh worldview itulah yang berfungsi menentukan apakah sesuatu itu benar dan riel dalam setiap kebudayaan. Elemen-elemen mendasar yang konseptual inilah yang menentukan bentuk perubahan (change), perkembangan (development) dan kemajuan (progess) dalam Islam. Elemen-elemen dasar ini berperan sebagai tiang pemersatu yang meletakkan sistim makna, standar tata kehidupan dan nilai dalam suatu kesatuan sistim yang koheren dalam bentuk worldview. Dengan konsep seperti ini dapat dikatakan bahwa pandangan hidup adalah merupakan sebuah framework untuk mengkaji sesuatu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar