Perkembangan Logika di Zaman Modern
Bagian Ketiga dari 3 artikel- Akhir -
Logika pada perkembanganya kemudian sempat mengalami masa dekadensi yang panjang. Logika bahkan dianggap sudah tidak bernilai dan dangkal sekali, barulah pada abad ke XIII sampai dengan Abad XV tampil beberapa tokoh lain seperti Petrus Hispanus, Roger Bacon, Raymundus Lullus dan Wilhelm Ocham yang coba mengangkat kembali ilmu logika sebagai salah satu ilmu yang penting untuk disejajarkan dengan ilmu-ilmu penting lainnya.
Petrus Hispanus (meninggal 1277 M) menyusun pelajaran logika berbentuk sajak, seperti Al-Akhdari dalam dunia Islam, dan bukunya itu menjadi buku dasar bagi pelajaran logika sampai abad ke-17. Petrus Hispanus inilah yang mula-mula mempergunakan berbagai nama untuk sistem penyimpulan yang sah dalam perkaitan bentuk silogisme kategorik dalam sebuah sajak. Dan kumpulan sajak Petrus Hispanus mengenai logika ini bernama Summulae.
Francis Bacon[1] (1561-1626 M) mengembangkan logika induktif yang diperkenalkan dalam bukunya Novum Organum Scientiarum. Tulisan Bacon terpenting adalah menyangkut falsafah ilmu pengetahuan. Dia merencanakan suatu kerja besar Instauratio Magna atau Great Renewal dalam enam bagian. Bagian pertama dimaksud untuk meninjau kembali keadaan ilmu pengetahuan kita. Bagian kedua menjabarkan sistem baru penelaahan ilmu. Bagian ketiga bersisikan kumpulan data empiris. Bagian keempat berisi ilustrasi sistem baru ilmiahnya dalam praktek. Bagian kelima menyuguhkan kesimpulan sementara. Dan bagian keenam suatu sintesa ilmu pengetahuan yang diperoleh dari metode barunya. Taklah mengherankan, skema raksasa ini --mungkin pekerjaan yang paling ambisius sejak Aristoteles--tak pernah terselesaikan. Tetapi, buku The Advancement of Learning (1605) dan Novum Organum (1620) dapat dianggap sebagai penyelesaian kedua bagian dari kerja raksasanya.[2]
Novum Organum atau New Instrument mungkin buku Bacon terpenting. Buku ini dasarnya merupakan pernyataan pengukuhan untuk penerimaan metode empiris tentang penyelidikan. Praktek bertumpu sepenuhnya pada logika deduktifnya Aristoteles adalah tak ada guna, merosot, absurd. Karena itu diperlukan metode baru penelaahan, suatu metode induktif. Ilmu pengetahuan bukanlah sesuatu titik tempat bertolak dan mengambil kesimpulan darinya. Tetapi ilmu pengetahuan adalah sesuatu tempat sampai ke tujuan. Untuk memahami dunia ini, pertama orang mesti "mengamati"nya. Pertama, kumpulkan fakta-fakta. Kemudian, kata Bacon, ambil kesimpulan dari fakta-fakta itu dengan cara argumentasi induktif yang logis. Meskipun para ilmuwan tidak mengikuti metode induktif Bacon dalam semua segi, tetapi ide umumnya yang diutarakannya penelitian dan percobaan penting yang ruwet jadi gerak dorong dari metode yang digunakan oleh mereka sejak itu.[3]
Pembaruan logika di Barat berikutnya disusul oleh lain-lain penulis di antaranya adalah Gottfried Wilhem von Leibniz, atau biasa dieja Leibnitz atau Von Leibniz.[4] Ia menganjurkan penggantian pernyataan-pernyataan dengan simbol-simbol agar lebih umum sifatnya dan lebih mudah melakukan analisis. Ia terutama terkenal karena faham Théodicée bahwa manusia hidup dalam dunia yang sebaik mungkin karena dunia ini diciptakan oleh Tuhan Yang Sempurna. Faham Théodicée ini menjadi terkenal karena dikritik dalam buku Candide karangan Voltaire. Demikian juga Leonard Euler, seorang ahli matematika dan logika Swiss melakukan pembahasan tentang term-term dengan menggunakan lingkaran-lingkaran untuk melukiskan hubungan antarterm yang terkenal dengan sebutan circle-Euler.[5]
John Stuart Mill[6] pada tahun 1843 mempertemukan sistem induksi dengan sistem deduksi. Setiap pangkal-pikir besar di dalam deduksi memerlukan induksi dan sebaliknya induksi memerlukan deduksi bagi penyusunan pikiran mengenai hasil-hasil eksperimen dan penyelidikan. Jadi, kedua-duanya bukan merupakan bagian-bagian yang saling terpisah, tetapi sebetulnya saling membantu. Mill sendiri merumuskan metode-metode bagi sistem induksi, terkenal dengan sebutan Four Methods.[7]
Logika Formal sesudah masa Mill lahirlah sekian banyak buku-buku baru dan ulasan-ulasan baru tentang logika. Dan sejak pertengahan abad ke-19 mulai lahir satu cabang baru yang disebut dengan Logika-Simbolik. Pelopor logika simbolik pada dasarnya sudah dimulai oleh Leibniz.
Logika simbolik pertama dikembangkan oleh George Boole dan Augustus de Morgan. Boole secara sistematik dengan memakai simbol-simbol yang cukup luas dan metode analisis menurut matematika, dan Augustus De Morgan (1806-1871) merupakan seorang ahli matematika Inggris memberikan sumbangan besar kepada logika simbolik dengan pemikirannya tentang relasi dan negasi.
Tokoh logika simbolik yang lain ialah John Venn (1834-1923), ia berusaha menyempurnakan analisis logik dari Boole dengan merancang diagram lingkaran-lingkaran yang kini terkenal sebagai diagram Venn (Venn’s diagram) untuk menggambarkan hubungan-hubungan dan memeriksa sahnya penyimpulan dari silogisme. Untuk melukiskan hubungan merangkum atau menyisihkan di antara subjek dan predikat yang masing-masing dianggap sebagai himpunan.
Perkembangan logika simbolik mencapai puncaknya pada awal abad ke-20 dengan terbitnya 3 jilid karya tulis dua filsuf besar dari Inggris Alfred North Whitehead dan Bertrand Arthur William Russell berjudul Principia Mathematica (1910-1913) dengan jumlah 1992 halaman. Karya tulis Russell-Whitehead Principia Mathematica memberikan dorongan yang besar bagi pertumbuhan logika simbolik.
[1] Seorang filsuf, negarawan dan penulis Inggris. Ia juga dikenal sebagai pendukung Revolusi Sains. Bahkan, menurut John Aubrey, dedikasinya menggabungkannya ke dalam sebuah kelompok ilmuwan yang bersejarah yang meninggal dunia akibat eksperimen mereka sendiri.
[2] Jean Overton Fuller, Sir Francis Bacon: A Biography, 1981, East-West Publications.
[3] Ibid.
[4] Filsuf Jerman keturunan Serbia dan berasal dari Sachsen (1646-1716 M)
[5] Taufiq, Ahmad, Modul Ilmu Mantiq/Logika, IAIN Syarif Hidayatullah, jakarta.
[6] Seorang filsuf empiris dari Inggris. Ia juga dikenal sebagai reformator dari utilitarianisme sosial
[7] Ibid.
Sejarah Logika -Bagian kedua-
Pengaruh Agama Islam pada Logika/ Mantiq
Bagian Kedua dari 3 artikel
Pada abad ke-7 Masehi berkembanglah agama islam di jazirah Arab dan pada abad ke-8, agama ini telah dipeluk secara meluas ke Barat sampai perbatasan Perancis sampai Thian Shan. Dizaman kekuasaan khalifah Abbasiyyah sedemikian banyaknya karya-karya ilmiah Yunani dan lainnya diterjemahkan ke dalam bahasa, sehingga ada suatu masa dalam sejarah islam yang dijuluki dengan Abad Terjemahan. Logika karya Aristoteles juga diterjemahkan dan diberi nama Ilmu Mantiq.
Tokoh logika fenomenal zaman Islam adalah Al-Farabi (873-950 M) yang terkenal mahir dalam bahasa Grik Tua (Yunani kuno), menyalin seluruh karya tulis Aristoteles dalam berbagai bidang ilmu dan karya tulis ahli-ahli pikir Grik lainnya. Al-Farabi menyalin dan memberi komentar atas tujuh bagian logika dan menambahkan satu bagian baru sehingga menjadi delapan bagian.
Al-Farabi muda belajar ilmu-ilmu Islam dan musik di Bukhara, dan tinggal di Kazakhstan sampai umur 50. Ia pergi ke Baghdad untuk menuntut ilmu di sana selama 20 tahun. Setelah kurang lebih 10 tahun tinggal di Baghdad, yaitu kira-kira pada tahun 920 M, Al-Farabi kemudian mengembara di kota Harran yang terletak di utara Syria, dimana saat itu Harran merupakan pusat kebudayaan Yunani di Asia kecil. Ia kemudian belajar filsafat dari Yuhana bin Jilad.[1]
Tahun 940 M, Al-Farabi melajutkan pengembaraannya ke Damaskus dan bertemu dengan Sayf Al-Dawla al Hamdanid, Kepala daerah (distrik) Aleppo, yang dikenal sebagai simpatisan para Imam Syi’ah. Kemudian al-Farabi wafat di kota Damaskus pada usia 80 tahun (Rajab 339 H/ Desember 950 M) di masa pemerintahan Khalifah Al Muthi’ (masih dinasti Abbasiyyah).
Al-Farabi adalah seorang komentator filsafat Yunani yang ulung di dunia Islam. Meskipun kemungkinan besar ia tidak bisa berbahasa Yunani, ia mengenal para filsuf Yunani; Plato, Aristoteles dan Plotinus dengan baik. Kontribusinya terletak di berbagai bidang seperti matematika, filosofi, pengobatan, bahkan musik. Al-Farabi telah menulis berbagai buku tentang sosiologi dan sebuah buku penting dalam bidang musik, Kitab Al-Musiqa. Selain itu, ia juga dapat memainkan dan telah menciptakan bebagai alat musik.
Al-Farabi dikenal dengan sebutan "guru kedua" setelah Aristoteles, karena kemampuannya dalam memahami Aristoteles yang dikenal sebagai guru pertama dalam ilmu filsafat. Dia adalah filsuf Islam pertama yang berupaya menghadapkan, mempertalikan dan sejauh mungkin menyelaraskan filsafat politik Yunani klasik dengan Islam serta berupaya membuatnya bisa dimengerti di dalam konteks agama-agama wahyu.[2]
Karya al-Farabi tentang logika menyangkut bagian-bagian berbeda dari karya Aristoteles Organon, baik dalam bentuk komentar maupun ulasan panjang. Kebanyakan tulisan ini masih berupa naskah; dan sebagain besar naskah-naskah ini belum ditemukan. Sedang karya dalam kelompok kedua menyangkut berbagai cabang pengetahuan filsafat, fisika, matematika dan politik. Kebanyakan pemikiran yang dikembangkan oleh al-Farabi sangat berafiliasi dengan system pemikiran Hellenik berdasarkan Plato dan Aristoteles.[3] Diantara judul karya al-Farabi yang terkenal adalah:
- 1. Maqalah fi Aghradhi ma Ba’ da al-Thabi’ ah
- 2. Ihsha’ al-Ulum
- 3. Kitab Ara’ Ahl al-Madinah al-Fadhilah
- 4. Kitab Tahshil al-Sa’ adah
- 5. ‘ U’ yun al-Masa’ il
- 6. Risalah fi al-Aql
- 7. Kitab al-Jami’ bain Ra’ y al-Hakimain : al-Aflatun wa Aristhu
- 8. Risalah fi Masail Mutafariqah
- 9. Al-Ta’ liqat
10. Risalah fi Itsbat al-Mufaraqat[4]
Tokoh lain cendikiawan muslim yang terkenal mendalami, menerjemah dan mengarang di bidang ilmu Mantiq adalah Abdullah bin Muqaffa’, ya’kub Ishaq Al-Kindi, Abu Nasr Al-farabi, Ibnu Sina, Abu Hamid Al-Gahzali, Ibnu Rusyd, Al-Qurthubi dan banyak lagi yang lain.
Logika pada perkembanganya kemudian sempat mengalami masa dekadensi yang panjang. Logika bahkan dianggap sudah tidak bernilai dan dangkal sekali, barulah pada abad ke XIII sampai dengan Abad XV tampil beberapa tokoh lain seperti Petrus Hispanus, Roger Bacon, Raymundus Lullus dan Wilhelm Ocham yang coba mengangkat kembali ilmu logika sebagai salah satu ilmu yang penting untuk disejajarkan dengan ilmu-ilmu penting lainnya.
[1] Sirajuddin, “Filsafat Islam”, Grafindo Persada, 2004 Jakarta
[2] Ibid.
[3] Madkour, Ibrahim, Al-Farabi, Islamic Cairo University, 1934. Mesir
[4] Hasyimsyah Nasution, Filsafat Islam, Gaya Media Pratama, 2001, Jakarta
Sejarah Logika -Bagian pertama-
Sejarah Perkembangan Ilmu Logika
Bagian Satu dari 3 artikel
Sesungguhnya, sejak Thales (624-548 SM), filsuf Yunani pertama, meninggalkan segala dongeng, takhayul, dan cerita-cerita isapan jempol belaka dan berpaling kepada akal budi untuk memecahkan rahasia alam semesta, sejak saat itulah ia meletakkan dasar-dasar berpikir logis. Bahkan, ketika Thales mengatakan bahwa air adalah arkhe (prinsip atau asas pertama) alam semesta, ia secara tidak sengaja telah memperkenalkan apa yang sekarang disebut sebagai logika induktif. Aristoteles kemudian mengenalkan logika sebagai ilmu, yang kemudian disebut logica scientica. Aristoteles mengatakan bahwa Thales menarik kesimpulan bahwa air adalah arkhe alam semesta dengan alasan bahwa air adalah jiwa segala sesuatu.[1]
Dalam logika Thales, air adalah arkhe alam semesta, yang menurut Aristoteles disimpulkan dari:
Jadi, air adalah jiwa dari segala sesuatu, yang berarti, air adalah arkhe alam semesta.
Sejak saat Thales sang filsuf mengenalkan pernyataannya, logika telah mulai dikembangkan. Adapun peletak batu pertama adalah Socrates, kemudian dilanjutkan oleh Plato dan dilengkapi lagi oleh Aristoteles, yang menyusun ilmu ini dengan pembahasan-pembahasan yang teratur dan dibuat persoalan pasal demi pasal serta ilmu ini dijadikan dasar dari imu filsafat. Dengan demikian, maka Aristoteles diberi gelar guru pertama dari ilmu pengetahuan. Ilmu ini sejak dari zaman Aristoteles tidak ada tambahan apa-apa. Baru setelah lahir ahli-ahli filsafat islam di abad pertengahan, disitulah banyak tambahan dalam persoalan-persoalan, apalagi pembahasan mengenai lafadnya banyak ditambah oleh ahli-ahli filsafat Islam.[2]
Pada waktu itu, Aristoteles belum menggunakan istilah logika dalam menamai ilmu tersebut. Apa yang disebut oleh Aristoteles logika, disebut antara lain, Analika, yan secara khusus meneliti berbagai argumentasi yang berangkat dari proposisi yang benar, dan dialektika, yang secara khusus meneliti argumentasi yang berangkat dari proposisi yang masih diragukan kebenaranya. Aristoteles mewariskan kepada murid-muridnya enam buku yang oleh murid-muridnya dinamai Organon, yang berarti alat.[3]
Keenam buku itu ialah:
Inti logika Aristoteles adalah silogisme[4]. Dan silogisme itulah yang sesungguhnya merupakan penemuan murni Aristoteles dan yang terbesar dalam logika. Theophrastus (370-288 SM), murid Aristoteles yang menjadi pemimpin Lyceum[5], melanjutkan karya-karya Aristoteles, termasuk bidang logika. Istilah logika pertamakali digunakan oleh Zeno dari Citium (334-262 SM), pelopor kaum Stoa[6]. Kaum Stoa itulah yang mengembangkan bentuk-bentuk argument disyungtif dan hipotesis. Puncak kejayaan kaum Stoa ialah ketika Chrysippus (280-207 SM) menjadi pimpinan mereka (pemimpin ketiga dan yang terbesar) sehingga lahirlah satu ungkapan yang mengatakan, “Tanpa Chrysippus, Stoa tidak akan pernah ada.” Chrysippus mengembangkan logika menjadi bentuk-bentuk penalaran yang sistematis.[7]
Theoprastus (371-287 SM), memberi sumbangan terbesar dalam logika ialah penafsirannya tentang pengertian yang mungkin dan juga tentang sebuah sifat asasi dari setiap kesimpulan. Kemudian, Porphyrius (233-306 M), seorang ahli pikir di Iskandariah menambahkan satu bagian baru dalam pelajaran logika. Bagian baru ini disebut Eisagoge, yakni sebagai pengantar Categorie. Dalam bagian baru ini dibahas lingkungan-lingkungan zat dan lingkungan-lingkungan sifat di dalam alam, yang biasa disebut dengan klasifikasi. Dengan demikian, logika menjadi tujuh bagian.[8]
[1] Rapar, Jan Hendrik, Pengantar Logika, Asas-asas penalaran sistematis, cet.ke-1 1996, Kanisius Yogyajakta
[2]Tabib Thahir, Abdul Mu’min, Ilmu mantiq (Logika), Cet.ke-1 1996 Widjaya jakarta
[3] Rapar, ibid hal-13
[4] proses penarikan kesimpulan secara deduktif, disusun dari dua proposisi (pernyataan) dan sebuah konklusi (kesimpulan).
[5] Nama sekolah yang didirikan oleh Aristoteles
[6] Nama sekolah yang didirikan oleh Zeno
[7] Rapar, ibid hal-14
[8] ibid
Bagian Satu dari 3 artikel
Sesungguhnya, sejak Thales (624-548 SM), filsuf Yunani pertama, meninggalkan segala dongeng, takhayul, dan cerita-cerita isapan jempol belaka dan berpaling kepada akal budi untuk memecahkan rahasia alam semesta, sejak saat itulah ia meletakkan dasar-dasar berpikir logis. Bahkan, ketika Thales mengatakan bahwa air adalah arkhe (prinsip atau asas pertama) alam semesta, ia secara tidak sengaja telah memperkenalkan apa yang sekarang disebut sebagai logika induktif. Aristoteles kemudian mengenalkan logika sebagai ilmu, yang kemudian disebut logica scientica. Aristoteles mengatakan bahwa Thales menarik kesimpulan bahwa air adalah arkhe alam semesta dengan alasan bahwa air adalah jiwa segala sesuatu.[1]
Dalam logika Thales, air adalah arkhe alam semesta, yang menurut Aristoteles disimpulkan dari:
- Air adalah jiwa tumbuh-tumbuhan (karena tanpa air tumbuhan mati)
- Air adalah jiwa hewan dan jiwa manusia
- Air jugalah uap dan
- Air jugalah es
Jadi, air adalah jiwa dari segala sesuatu, yang berarti, air adalah arkhe alam semesta.
Sejak saat Thales sang filsuf mengenalkan pernyataannya, logika telah mulai dikembangkan. Adapun peletak batu pertama adalah Socrates, kemudian dilanjutkan oleh Plato dan dilengkapi lagi oleh Aristoteles, yang menyusun ilmu ini dengan pembahasan-pembahasan yang teratur dan dibuat persoalan pasal demi pasal serta ilmu ini dijadikan dasar dari imu filsafat. Dengan demikian, maka Aristoteles diberi gelar guru pertama dari ilmu pengetahuan. Ilmu ini sejak dari zaman Aristoteles tidak ada tambahan apa-apa. Baru setelah lahir ahli-ahli filsafat islam di abad pertengahan, disitulah banyak tambahan dalam persoalan-persoalan, apalagi pembahasan mengenai lafadnya banyak ditambah oleh ahli-ahli filsafat Islam.[2]
Pada waktu itu, Aristoteles belum menggunakan istilah logika dalam menamai ilmu tersebut. Apa yang disebut oleh Aristoteles logika, disebut antara lain, Analika, yan secara khusus meneliti berbagai argumentasi yang berangkat dari proposisi yang benar, dan dialektika, yang secara khusus meneliti argumentasi yang berangkat dari proposisi yang masih diragukan kebenaranya. Aristoteles mewariskan kepada murid-muridnya enam buku yang oleh murid-muridnya dinamai Organon, yang berarti alat.[3]
Keenam buku itu ialah:
- Categoriae, menguraikan pengertian-pengertian
- De interpretatione, membahas keputusan-keputusan
- Analyticapriora, membahas tentang pembuktian
- Analitica posteriora, membahas tentang silogisme
- Topica, berisi cara berargumentasi dan cara berdebat
- De sophisticis elenchis, membicarakan kesesatan dan kekeliruan berpikir
Inti logika Aristoteles adalah silogisme[4]. Dan silogisme itulah yang sesungguhnya merupakan penemuan murni Aristoteles dan yang terbesar dalam logika. Theophrastus (370-288 SM), murid Aristoteles yang menjadi pemimpin Lyceum[5], melanjutkan karya-karya Aristoteles, termasuk bidang logika. Istilah logika pertamakali digunakan oleh Zeno dari Citium (334-262 SM), pelopor kaum Stoa[6]. Kaum Stoa itulah yang mengembangkan bentuk-bentuk argument disyungtif dan hipotesis. Puncak kejayaan kaum Stoa ialah ketika Chrysippus (280-207 SM) menjadi pimpinan mereka (pemimpin ketiga dan yang terbesar) sehingga lahirlah satu ungkapan yang mengatakan, “Tanpa Chrysippus, Stoa tidak akan pernah ada.” Chrysippus mengembangkan logika menjadi bentuk-bentuk penalaran yang sistematis.[7]
Theoprastus (371-287 SM), memberi sumbangan terbesar dalam logika ialah penafsirannya tentang pengertian yang mungkin dan juga tentang sebuah sifat asasi dari setiap kesimpulan. Kemudian, Porphyrius (233-306 M), seorang ahli pikir di Iskandariah menambahkan satu bagian baru dalam pelajaran logika. Bagian baru ini disebut Eisagoge, yakni sebagai pengantar Categorie. Dalam bagian baru ini dibahas lingkungan-lingkungan zat dan lingkungan-lingkungan sifat di dalam alam, yang biasa disebut dengan klasifikasi. Dengan demikian, logika menjadi tujuh bagian.[8]
[1] Rapar, Jan Hendrik, Pengantar Logika, Asas-asas penalaran sistematis, cet.ke-1 1996, Kanisius Yogyajakta
[2]Tabib Thahir, Abdul Mu’min, Ilmu mantiq (Logika), Cet.ke-1 1996 Widjaya jakarta
[3] Rapar, ibid hal-13
[4] proses penarikan kesimpulan secara deduktif, disusun dari dua proposisi (pernyataan) dan sebuah konklusi (kesimpulan).
[5] Nama sekolah yang didirikan oleh Aristoteles
[6] Nama sekolah yang didirikan oleh Zeno
[7] Rapar, ibid hal-14
[8] ibid
Definisi dan Pengertian Ilmu Logika/ kalam
Definisi dan Pengertian Ilmu Logika/ kalam
Dalam sejarah perkembangan logika, banyak definisi dikemukakan oleh para ahli, yang secara umum memiliki banyak persamaan. Beberapa pendapat tersebut antara lain:
The Liang Gie dalam bukunya Dictionary of Logic (Kamus Logika) menyebutkan: Logika adalah bidang pengetahuan dalam lingkungan filsafat yang mempelajari secara teratur asas-asas dan aturan-aturan penalaran yang betul (correct reasoning).[1]
Menurut Mundiri dalam bukunya tersebut Logika didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari metode dan hukum-hukum yang digunakan untuk membedakan penalaran yang betul dari penalaran yang salah.[2]
Secara etimologis, logika adalah istilah yang dibentuk dari kata logikos yang berasal dari kata benda logos. Kata logos berarti: sesuatu yang diutarakan, suatu pertimbangan akal (fikiran), kata, atau ungkapan lewat bahasa. Kata logikos berarti mengenai sesuatu yang diutarakan, mengenai suatu pertimbangan akal, mengenai kata, mengenai percakapan atau yang berkenaan dengan ungkapan lewat bahasa. Dengan demikian, dapatlah dikatakan bahwa logika adalah suatu pertimbangan akal atau pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa. Sebagai ilmu, logika disebut logike episteme atau dalam bahasa latin disebut logica scientia yang berarti ilmu logika, namun sekarang lazim disebut dengan logika saja.[3]
Definisi umumnya logika adalah cabang filsafat yang bersifat praktis berpangkal pada penalaran, dan sekaligus juga sebagai dasar filsafat dan sebagai sarana ilmu. Dengan fungsi sebagai dasar filsafat dan sarana ilmu karena logika merupakan “jembatan penghubung” antara filsafat dan ilmu, yang secara terminologis logika didefinisikan: Teori tentang penyimpulan yang sah. Penyimpulan pada dasarnya bertitik tolak dari suatu pangkal-pikir tertentu, yang kemudian ditarik suatu kesimpulan. Penyimpulan yang sah, artinya sesuai dengan pertimbangan akal dan runtut sehingga dapat dilacak kembali yang sekaligus juga benar, yang berarti dituntut kebenaran bentuk sesuai dengan isi.
Logika sebagai teori penyimpulan, berlandaskan pada suatu konsep yang dinyatakan dalam bentuk kata atau istilah, dan dapat diungkapkan dalam bentuk himpunan sehingga setiap konsep mempunyai himpunan, mempunyai keluasan. Dengan dasar himpunan karena semua unsur penalaran dalam logika pembuktiannya menggunakan diagram himpunan, dan ini merupakan pembuktian secara formal jika diungkapkan dengan diagram himpunan sah dan tepat karena sah dan tepat pula penalaran tersebut.
Berdasarkan proses penalarannya dan juga sifat kesimpulan yang dihasilkannya, logika dibedakan antara logika deduktif dan logika induktif. Logika deduktif adalah sistem penalaran yang menelaah prinsip-prinsip penyimpulan yang sah berdasarkan bentuknya serta kesimpulan yang dihasilkan sebagai kemestian diturunkan dari pangkal pikirnya. Dalam logika ini yang terutama ditelaah adalah bentuk dari kerjanya akal jika telah runtut dan sesuai dengan pertimbangan akal yang dapat dibuktikan tidak ada kesimpulan lain karena proses penyimpulannya adalah tepat dan sah. Logika deduktif karena berbicara tentang hubungan bentuk-bentuk pernyataan saja yang utama terlepas isi apa yang diuraikan karena logika deduktif disebut pula logika formal.
[1] Gie, the Liang, Kamus logika (Dictionary of Logic), Nur Cahaya 1975 Yogyakarta
[2] Mundiri. Logika, Rajawali Press, cet.ke-4 2000, Semarang
[3] Rapar, Jan Hendrik, Pengantar Logika, Asas-asas penalaran sistematis, cet.ke-1 1996, Kanisius Yogyajakta
Apa itu santri?
Sebuah upaya menyingkap makna santri.
Siapa sebenarnya santri itu? Sebagaimana kata ‘Pesantren’ kata santri pun debatable dengan berbagai pengertian dan versi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), santri adalah orang yang mendalai agama islam, orang yang beribadah dengan sungguh-sungguh dan saleh.
Para ilmuan tidak sependapat dan saling berbeda tentang pengetian ini. Ada yang menyebut, santri diambil dari bahasa ‘tamil’ yang berarti ‘guru mengaji’, ada juga yang menilai kata santri berasal dari kata india ‘shastri’ yang berarti ‘orang yang memiliki pengetahuan tentang kitab suci’.
Selain itu, pendapat lainya meyakini bahwa kata santri berasal dari kata ‘Cantrik’ (bahasa sansekerta atau jawa), yang berarti orang yang selalu mengikuti guru. Sedang versi yang lainya menganggap kata ‘santri’ sebagai gabungan antara kata ‘saint’ (manusia baik) dan kata ‘tra’ (suka menolong). Sehingga kata pesantren dapat berarti tempat pendidikan manusia baik-baik.
Dalam praktik bahasa sehari-hari, istilah ‘santri’ pun memiliki devariasi yang banyak. Artinya, pengertian atau penyebutan kata santri masih suka-suka alias menyisakan pertanyaan yang lebih jauh. Santri apa, yang mana dan bagaimana?
Ada santri profesi, ada santri kultur. ‘Santri Profesi’ adalah mereka yang menempuh pendidikan atau setidaknya memiliki hubungan darah dengan pesantren. Sedangkan ‘Santri Kultur’ adalah gelar santri yang disandangkan berdasarkan budaya yang berlaku dalam kehidupan masyarakat.
Dengan kata lain, bisa saja orang yang sudah mondok di pesantren tidak disebut santri, karena prilakunya buruk. Dan sebaliknya, orang yang tidak pernah mondok di pesantren bisa disebut santri karena prilakunya yang baik.
Dari segi metode dan materi pendidikan, kata ‘santri’ pun dapat dibagi menjadi dua. Ada ‘Santri Modern’ dan ada ’Santri Tradisional’ - Seperti juga ada pondok modern dan ada juga pondok tradisional. Sedang dari segi tempat belajarnya, ada istilah ‘santri kalong’ dan ‘santri tetap’. Santri kalong adalah orang yang berada di sekitar pesantren yang ingin menumpang belajar di pondok pada malam hari.
Tentu saja, hal ini merupakan reaksi bahasa atas perkembangan yang terus terjadi di masyarakat. Dan terlepas dari berbagai perbedaan pendapat mengenai hal ini, kiranya perlu digaris bawahi bahwa santri sebenarnya adalah produk spesifik budaya indonesia yang tiada duanya. Eksistensinya yang terus bertahan dan berkiprah melewati berbagai tantangan zaman patutlah dicatat sebagai tinta emas sejarah bangsa. Seperti juga kiyai, posisi santri memiliki peran dan kedudukan yang juga terhormat di mata masyarakat Indonesia.
Siapa sebenarnya santri itu? Sebagaimana kata ‘Pesantren’ kata santri pun debatable dengan berbagai pengertian dan versi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), santri adalah orang yang mendalai agama islam, orang yang beribadah dengan sungguh-sungguh dan saleh.
Para ilmuan tidak sependapat dan saling berbeda tentang pengetian ini. Ada yang menyebut, santri diambil dari bahasa ‘tamil’ yang berarti ‘guru mengaji’, ada juga yang menilai kata santri berasal dari kata india ‘shastri’ yang berarti ‘orang yang memiliki pengetahuan tentang kitab suci’.
Selain itu, pendapat lainya meyakini bahwa kata santri berasal dari kata ‘Cantrik’ (bahasa sansekerta atau jawa), yang berarti orang yang selalu mengikuti guru. Sedang versi yang lainya menganggap kata ‘santri’ sebagai gabungan antara kata ‘saint’ (manusia baik) dan kata ‘tra’ (suka menolong). Sehingga kata pesantren dapat berarti tempat pendidikan manusia baik-baik.
Dalam praktik bahasa sehari-hari, istilah ‘santri’ pun memiliki devariasi yang banyak. Artinya, pengertian atau penyebutan kata santri masih suka-suka alias menyisakan pertanyaan yang lebih jauh. Santri apa, yang mana dan bagaimana?
Ada santri profesi, ada santri kultur. ‘Santri Profesi’ adalah mereka yang menempuh pendidikan atau setidaknya memiliki hubungan darah dengan pesantren. Sedangkan ‘Santri Kultur’ adalah gelar santri yang disandangkan berdasarkan budaya yang berlaku dalam kehidupan masyarakat.
Dengan kata lain, bisa saja orang yang sudah mondok di pesantren tidak disebut santri, karena prilakunya buruk. Dan sebaliknya, orang yang tidak pernah mondok di pesantren bisa disebut santri karena prilakunya yang baik.
Dari segi metode dan materi pendidikan, kata ‘santri’ pun dapat dibagi menjadi dua. Ada ‘Santri Modern’ dan ada ’Santri Tradisional’ - Seperti juga ada pondok modern dan ada juga pondok tradisional. Sedang dari segi tempat belajarnya, ada istilah ‘santri kalong’ dan ‘santri tetap’. Santri kalong adalah orang yang berada di sekitar pesantren yang ingin menumpang belajar di pondok pada malam hari.
Tentu saja, hal ini merupakan reaksi bahasa atas perkembangan yang terus terjadi di masyarakat. Dan terlepas dari berbagai perbedaan pendapat mengenai hal ini, kiranya perlu digaris bawahi bahwa santri sebenarnya adalah produk spesifik budaya indonesia yang tiada duanya. Eksistensinya yang terus bertahan dan berkiprah melewati berbagai tantangan zaman patutlah dicatat sebagai tinta emas sejarah bangsa. Seperti juga kiyai, posisi santri memiliki peran dan kedudukan yang juga terhormat di mata masyarakat Indonesia.
Deskripsi/ Pengertian "Ringkasan"
Pengertian Ringkasan
Ringkasan (precis) adalah suatu cara yang efektif untuk menyajikan karangan yang panjang dalam sajian yang singkat. ”Precis” berarti ”memotong” atau ”memangkas”. Sebuah ringkasan bermula dari karangan sumber yang panjang, yang kemudian dipangkas dengan mengambil hal-hal atau bagian yang pokok dengan membuang perincian serta ilustrasi. Meskipun begitu, sebuah ringkasan tetap mempertahankan pikiran pengarang serta pendekatannya yang asli. Jadi, ringkasan merupakan keterampilan mereproduksi hasil karya yang sudah ada dalam bentuk yang singkat.
Ringkasan berbeda dengan ikhtisar. Walaupun kedua istilah itu sering disamakan, tapi sesungguhnya keduanya berbeda. Ringkasan merupakan penyajian singkat dari suatu karangan asli namun tetap mempertahankan urutan isi dan sudut pandang pengarang asli. Ikhtisar sebaliknya, tidak perlu mempertahankan sistematika penulisan sesuai dengan aslinya dan tidak perlu menyajikan isi dari seluruh karangan itu secara proporsional. Dalam ikhtisar, penulis dapat langsung mengemukakan pokok uraian, sementara bagian yang dianggap kurang penting dapat dibuang.
Ringkasan (precis) adalah suatu cara yang efektif untuk menyajikan karangan yang panjang dalam sajian yang singkat. ”Precis” berarti ”memotong” atau ”memangkas”. Sebuah ringkasan bermula dari karangan sumber yang panjang, yang kemudian dipangkas dengan mengambil hal-hal atau bagian yang pokok dengan membuang perincian serta ilustrasi. Meskipun begitu, sebuah ringkasan tetap mempertahankan pikiran pengarang serta pendekatannya yang asli. Jadi, ringkasan merupakan keterampilan mereproduksi hasil karya yang sudah ada dalam bentuk yang singkat.
Ringkasan berbeda dengan ikhtisar. Walaupun kedua istilah itu sering disamakan, tapi sesungguhnya keduanya berbeda. Ringkasan merupakan penyajian singkat dari suatu karangan asli namun tetap mempertahankan urutan isi dan sudut pandang pengarang asli. Ikhtisar sebaliknya, tidak perlu mempertahankan sistematika penulisan sesuai dengan aslinya dan tidak perlu menyajikan isi dari seluruh karangan itu secara proporsional. Dalam ikhtisar, penulis dapat langsung mengemukakan pokok uraian, sementara bagian yang dianggap kurang penting dapat dibuang.
Jenis-Jenis Wacana dalam Bahasa Indonesia
Jenis-Jenis Wacana Bahasa Indonesia
Berdasarkan bentuk atau jenisnya, wacana dibedakan menjadi empat. Wacana narasi, deskripsi, eksposisi, argumentatif, dan persuasi. Berikut penjelasanya:
Wacana Narasi
Narasi adalah cerita yang didasarkan pada urut-urutan suatu kejadian atau peristiwa. Narasi dapat berbentuk narasi ekspositoris dan narasi imajinatif. Unsur-unsur penting dalam sebuah narasi adalah kejadian, tokoh, konfik, alur/plot, serta latar yang terdiri atas latar waktu, tempat, dan suasana.
Wacana Deskripsi
Deskripsi adalah karangan yang menggambarkan/suatu objek berdasarkan hasil pengamatan, perasaan, dan pengalaman penulisnya. Untuk mencapai kesan yang sempurna bagi pembaca, penulis merinci objek dengan kesan, fakta, dan citraan. Dilihat dari sifat objeknya, deskripsi dibedakan atas 2 macam, yaitu deskripsi Imajinatif/Impresionis dan deskripsi faktual/ekspositoris.
Wacana Eksposisi
Karangan eksposisi adalah karangan yang memaparkan atau menjelaskan secara terperinci (memaparkan) sesuatu dengan tujuan memberikan informasi dan memperluas pengetahuan kepada pembacanya. Karangan eksposisi biasanya digunakan pada karya-karya ilmiah seperti artikel ilmiah, makalah-makalah untuk seminar, simposium, atau penataran.Tahapan menulis karangan eksposisi, yaitu menentukan objek pengamatan, menentukan tujuan dan pola penyajian eksposisi, mengumpulkan data atau bahan, menyusun kerangka karangan, dan mengembangkan kerangka menjadi karangan.Pengembangan kerangka karangan berbentuk eksposisi dapat berpola penyajian urutan topik yang ada dan urutan klimaks dan antiklimaks.
Wacana Argumentasi
Karangan argumentasi ialah karangan yang berisi pendapat, sikap, atau penilaian terhadap suatu hal yang disertai dengan alasan, bukti-bukti, dan pernyataan-pernyataan yang logis. Tujuan karangan argumentasi adalah berusaha meyakinkan pembaca akan kebenaran pendapat pengarang.Tahapan menulis karangan argumentasi, yaitu menentukan tema atau topik permasalahan, merumuskan tujuan penulisan, mengumpulkan data atau bahan berupa: bukti-bukti, fakta, atau pernyataan yang mendukung, menyusun kerangka karangan, dan mengembangkan kerangka menjadi karangan.Pengembangan kerangka karangan argumentasi dapat berpola sebab-akibat, akibat-sebab, atau pola pemecahan masalah.
Berdasarkan bentuk atau jenisnya, wacana dibedakan menjadi empat. Wacana narasi, deskripsi, eksposisi, argumentatif, dan persuasi. Berikut penjelasanya:
Wacana Narasi
Narasi adalah cerita yang didasarkan pada urut-urutan suatu kejadian atau peristiwa. Narasi dapat berbentuk narasi ekspositoris dan narasi imajinatif. Unsur-unsur penting dalam sebuah narasi adalah kejadian, tokoh, konfik, alur/plot, serta latar yang terdiri atas latar waktu, tempat, dan suasana.
Wacana Deskripsi
Deskripsi adalah karangan yang menggambarkan/suatu objek berdasarkan hasil pengamatan, perasaan, dan pengalaman penulisnya. Untuk mencapai kesan yang sempurna bagi pembaca, penulis merinci objek dengan kesan, fakta, dan citraan. Dilihat dari sifat objeknya, deskripsi dibedakan atas 2 macam, yaitu deskripsi Imajinatif/Impresionis dan deskripsi faktual/ekspositoris.
Wacana Eksposisi
Karangan eksposisi adalah karangan yang memaparkan atau menjelaskan secara terperinci (memaparkan) sesuatu dengan tujuan memberikan informasi dan memperluas pengetahuan kepada pembacanya. Karangan eksposisi biasanya digunakan pada karya-karya ilmiah seperti artikel ilmiah, makalah-makalah untuk seminar, simposium, atau penataran.Tahapan menulis karangan eksposisi, yaitu menentukan objek pengamatan, menentukan tujuan dan pola penyajian eksposisi, mengumpulkan data atau bahan, menyusun kerangka karangan, dan mengembangkan kerangka menjadi karangan.Pengembangan kerangka karangan berbentuk eksposisi dapat berpola penyajian urutan topik yang ada dan urutan klimaks dan antiklimaks.
Wacana Argumentasi
Karangan argumentasi ialah karangan yang berisi pendapat, sikap, atau penilaian terhadap suatu hal yang disertai dengan alasan, bukti-bukti, dan pernyataan-pernyataan yang logis. Tujuan karangan argumentasi adalah berusaha meyakinkan pembaca akan kebenaran pendapat pengarang.Tahapan menulis karangan argumentasi, yaitu menentukan tema atau topik permasalahan, merumuskan tujuan penulisan, mengumpulkan data atau bahan berupa: bukti-bukti, fakta, atau pernyataan yang mendukung, menyusun kerangka karangan, dan mengembangkan kerangka menjadi karangan.Pengembangan kerangka karangan argumentasi dapat berpola sebab-akibat, akibat-sebab, atau pola pemecahan masalah.
Cara Menghapus User Account pada Windows Xp
CARA MENGHAPUS USER ACCOUNT WINDOWS XP
Memusingkan dan memegalkan memang. Ketika ingin menginstal suatu program, keluar pesan yang intinya, “Anda harus login sebagai administrator untuk melanjutkan proses instalasi” atau “memerlukan ijin kepada admin komputer. Dan segala tetek bengeknya. Pokoknya (kalau saya sendiri) pegel dan gondok banget.
Browsing di internet lewat google atau yahoo saya belum menemukan cara yang pas. Adanya Cuma meremove/ delete account dengan langsung login dengan menghapus password.
Namun, akhirnya ketemu juga caranya.
Cara untuk menghapus/ me-remove atau men-delete account windows XP. Caranya adalah sebagai berikut:
Memusingkan dan memegalkan memang. Ketika ingin menginstal suatu program, keluar pesan yang intinya, “Anda harus login sebagai administrator untuk melanjutkan proses instalasi” atau “memerlukan ijin kepada admin komputer. Dan segala tetek bengeknya. Pokoknya (kalau saya sendiri) pegel dan gondok banget.
Browsing di internet lewat google atau yahoo saya belum menemukan cara yang pas. Adanya Cuma meremove/ delete account dengan langsung login dengan menghapus password.
Namun, akhirnya ketemu juga caranya.
Cara untuk menghapus/ me-remove atau men-delete account windows XP. Caranya adalah sebagai berikut:
- Klik start, kemudian pilih control panel
- Klik performance and maintenance, kemudian pilih administrative tools
- Double klik/ klik duakali pada Computer management
- Pilih System Tools > Local Users and Groups > Users
- Klik kanan user yang ingin dihapus/ delete/ remove
- Yang terakhir klik delete. Kalau ada pesan, konfirm aja ‘yes’
Semoga artikel ini dapat membantu para user windows XP. Khususnya yang ingin men delete/ menghapus user pengguna komputer. Terima kasih telah membaca.
Sejarah Munculnya Madzhab Murji'ah
SEJARAH KEMUNCULAN MURJI’AH
Pada awal mulanya Irja’ muncul untuk mengcounter paham Khawarij yang mengkafirkan Hakamain [dua orang yang memutuskan perkara dalam masalah Ali dan Muawiyah], juga untuk mengcounter Ali bin Abi Thalib. Irja’ semacam ini bukanlah Irja’ yang bersangkutan dengan Iman, akan tetapi mereka hanya membicarakan tentang perkara dua kelompok yang berperang di antara para sahabat saja.
Dalam sejarah kemunculannya didapatkan bahwa orang yang pertama kali membicarakan masalah Irja’ adalah Al Hasan bin Muhammad bin Hanafiyah, beliau meninggal pada tahun 99 H.[1] Dan setiap orang yang mengisahkan riwayat hidupnya akan menyebutkan tentang permasalahan Irja’ beliau.
Ibnu Sa’ad berkata: “Al Hasan adalah orang yang pertama kali mengatakan tentang irja’. Dikisahkan bahwa Zadzan dan Maisarah datang kepadanya dan langsung mencelanya, lantaran sebuah buku yang ia tulis tentang irja’, maka Al Hasan berkata pada Zadzan: "Wahai Abu Umar, sungguh aku lebih suka mati dan aku dalam keadaan tidak menulis buku tersebut.”
Buku yang ditulis oleh Al Hasan ini hanyalah Irja’ tentang sahabat yang ikut serta dalam fitnah (red : perselisihan) yang terjadi setelah wafatnya Syaikhani (Abu Bakar dan Umar).
Al Hafidz Ibnu Hajar di dalam buku yang telah diterbitkan menegaskan bahwa yang dimaksud dengan Irja’ yang dibawa oleh Al Hasan adalah Irja’ yang tidak dicela oleh Ahlus Sunnah, yaitu Irja’ yang berkaitan dengan iman, hal tersebut saya (Ibnu Hajar) tegaskan berdasarkan pada kitab yang dikarang oleh Al Hasan bin Muhammmad. Di akhir kitab "Al Iman", karangan Ibnu Abi Umar dikatakan: "Telah diceritakan oleh Ibrahim bin Uyainah dari Abdul Wahid bin Ayman bahwa Al Hasan bin Muhammad menyuruhku untuk membacakan kitabnya kepada khalayak, yang bunyinya sebagai berikut:
“Amma ba'du. Kami wasiatkan kepada Anda sekalian agar bertakwa pada Allah, kemudian dia berwasiat tentang kitabullah dan agar mengikutinya serta menyebutkan keyakinannya lalu dia berkata pada akhir-akhir wasiatnya: "Kami telah mengangkat Abu Bakar dan Umar sebagai khalifah dan kami berjihad di masa mereka berdua, karena keduanya belum pernah dibunuh oleh ummatnya bahkan ummatnya tidak merasa ragu terhadap urusan-urusan mereka. Sedangkan orang–orang setelahnya yang berselisih maka kami akhirkan (posisi) mereka dan kami serahkan urusannya kepada Allah ……. ."
Inilah Irja’ yang telah dikatakan oleh Al Hasan bin Muhammad, dan permasalahan tersebut telah dikuatkan oleh Ibnu Hajar.
Kejadian tersebut di atas mengilhami beliau (Ibnu Hajar) untuk menulis suatu karangan yang berjudul : “Perkara Irja’ yang tidak berkaitan dengan iman tidak menjadikan seseorang tercela” .[2]
[1]. Tahdzib At Tahdzib : 2 / 276-277
[2] . Syarh Usul ‘Itiqad :1/ 26- 27
Pada awal mulanya Irja’ muncul untuk mengcounter paham Khawarij yang mengkafirkan Hakamain [dua orang yang memutuskan perkara dalam masalah Ali dan Muawiyah], juga untuk mengcounter Ali bin Abi Thalib. Irja’ semacam ini bukanlah Irja’ yang bersangkutan dengan Iman, akan tetapi mereka hanya membicarakan tentang perkara dua kelompok yang berperang di antara para sahabat saja.
Dalam sejarah kemunculannya didapatkan bahwa orang yang pertama kali membicarakan masalah Irja’ adalah Al Hasan bin Muhammad bin Hanafiyah, beliau meninggal pada tahun 99 H.[1] Dan setiap orang yang mengisahkan riwayat hidupnya akan menyebutkan tentang permasalahan Irja’ beliau.
Ibnu Sa’ad berkata: “Al Hasan adalah orang yang pertama kali mengatakan tentang irja’. Dikisahkan bahwa Zadzan dan Maisarah datang kepadanya dan langsung mencelanya, lantaran sebuah buku yang ia tulis tentang irja’, maka Al Hasan berkata pada Zadzan: "Wahai Abu Umar, sungguh aku lebih suka mati dan aku dalam keadaan tidak menulis buku tersebut.”
Buku yang ditulis oleh Al Hasan ini hanyalah Irja’ tentang sahabat yang ikut serta dalam fitnah (red : perselisihan) yang terjadi setelah wafatnya Syaikhani (Abu Bakar dan Umar).
Al Hafidz Ibnu Hajar di dalam buku yang telah diterbitkan menegaskan bahwa yang dimaksud dengan Irja’ yang dibawa oleh Al Hasan adalah Irja’ yang tidak dicela oleh Ahlus Sunnah, yaitu Irja’ yang berkaitan dengan iman, hal tersebut saya (Ibnu Hajar) tegaskan berdasarkan pada kitab yang dikarang oleh Al Hasan bin Muhammmad. Di akhir kitab "Al Iman", karangan Ibnu Abi Umar dikatakan: "Telah diceritakan oleh Ibrahim bin Uyainah dari Abdul Wahid bin Ayman bahwa Al Hasan bin Muhammad menyuruhku untuk membacakan kitabnya kepada khalayak, yang bunyinya sebagai berikut:
“Amma ba'du. Kami wasiatkan kepada Anda sekalian agar bertakwa pada Allah, kemudian dia berwasiat tentang kitabullah dan agar mengikutinya serta menyebutkan keyakinannya lalu dia berkata pada akhir-akhir wasiatnya: "Kami telah mengangkat Abu Bakar dan Umar sebagai khalifah dan kami berjihad di masa mereka berdua, karena keduanya belum pernah dibunuh oleh ummatnya bahkan ummatnya tidak merasa ragu terhadap urusan-urusan mereka. Sedangkan orang–orang setelahnya yang berselisih maka kami akhirkan (posisi) mereka dan kami serahkan urusannya kepada Allah ……. ."
Inilah Irja’ yang telah dikatakan oleh Al Hasan bin Muhammad, dan permasalahan tersebut telah dikuatkan oleh Ibnu Hajar.
Kejadian tersebut di atas mengilhami beliau (Ibnu Hajar) untuk menulis suatu karangan yang berjudul : “Perkara Irja’ yang tidak berkaitan dengan iman tidak menjadikan seseorang tercela” .[2]
[1]. Tahdzib At Tahdzib : 2 / 276-277
[2] . Syarh Usul ‘Itiqad :1/ 26- 27
Pengertian dan Definisi Madzhab Murji'ah
Pengertian dan Definisi Madzhab Murji'ah
Materi Kuliah Institut Study Islam Darussalam ISID Siman-Gontor
Murji’ah secara etimologi memiliki arti :
1. ??????? : Mengakhirkan.[1]
2. ????? : Takut.[2]
3. Angan-angan
4. Memberi
5. Mengharap.
Firman Allah Ta’ala dalam surat An Nisa’, ayat 104:
???????????? ???? ???? ??????? ??????????
“Sedang kamu mengharap dari Allah apa yang tidak mereka harapkan."
Dan firman-Nya dalam Surat Nuh, ayat 13:
??? ?????? ??? ?????????? ??? ?????????
“Mengapa kamu tidak percaya akan kebesaran Allah."
Al Azhari menyebutkan perihal kata-kata Raja’ yang mempunyai arti ‘takut’ yaitu apabila lafadz Raja’ bersama dengan huruf nafi.
?Sedangkan kata-kata Irja’ yang mempunyai arti takhir (mengakhirkan) sebagaimana dalam firman-Nya surat Al a’raaf:111 yang dibaca arjikhu yaitu akhirhu.[3]
Secara terminologi para ulama berbeda pendapat tentang ketepatan dalam mengartikan kalimat Murji’ah, secara ringkas kalimat Murji’ah adalah:
Materi Kuliah Institut Study Islam Darussalam ISID Siman-Gontor
Murji’ah secara etimologi memiliki arti :
1. ??????? : Mengakhirkan.[1]
2. ????? : Takut.[2]
3. Angan-angan
4. Memberi
5. Mengharap.
Firman Allah Ta’ala dalam surat An Nisa’, ayat 104:
???????????? ???? ???? ??????? ??????????
“Sedang kamu mengharap dari Allah apa yang tidak mereka harapkan."
Dan firman-Nya dalam Surat Nuh, ayat 13:
??? ?????? ??? ?????????? ??? ?????????
“Mengapa kamu tidak percaya akan kebesaran Allah."
Al Azhari menyebutkan perihal kata-kata Raja’ yang mempunyai arti ‘takut’ yaitu apabila lafadz Raja’ bersama dengan huruf nafi.
?Sedangkan kata-kata Irja’ yang mempunyai arti takhir (mengakhirkan) sebagaimana dalam firman-Nya surat Al a’raaf:111 yang dibaca arjikhu yaitu akhirhu.[3]
Secara terminologi para ulama berbeda pendapat tentang ketepatan dalam mengartikan kalimat Murji’ah, secara ringkas kalimat Murji’ah adalah:
Persyaratan Karya Tulis Ilmiyah
Persyaratan karya Tulis Ilmiah
Karya tulis ilmiah merupakan perwujudan kegiatan ilmiah yang dikomunikasikanlewat bahasa tulisan. Karya tulis ilmiah adalah karanganatau karya tulis yang menyajikan fakta dan ditulis dengan menggunakan metode penulisan yang baku.
Hal-hal yang harus ada dalam karya ilmiah antara lain:
Karya tulis ilmiah harus memiliki gagasan ilmiah bahwa dalamtulisan tersebut harus memiliki permasalahan dan pemecahan masalah yangmenggunakan suatu alur pemikiran dalam pemecahan masalah. Alur pemikiran tersebut tertuang dalam metode penelitian. Metode penelitianilmiah pada hakikatnya merupakan operasionalisasi dari metode keilmuan. Dengan kata lain bahwa struktur berpikir yang melatarbelakangi langkah-langkah dalam penelitian ilmiah adalah metode keilmuan.
Karya tulis ilmiah merupakan perwujudan kegiatan ilmiah yang dikomunikasikanlewat bahasa tulisan. Karya tulis ilmiah adalah karanganatau karya tulis yang menyajikan fakta dan ditulis dengan menggunakan metode penulisan yang baku.
Hal-hal yang harus ada dalam karya ilmiah antara lain:
- Karya tulis ilmiah memuat gagasan ilmiah lewat pikiran dan alur pikiran.
- Keindahan karya tulis ilmiah terletak pada bangun pikir dengan unsur-unsur yang menyangganya.
- Alur pikir dituangkan dalam sistematika dan notasi.
- Karya tulis ilmiah terdiri dari unsur-unsur:kata, angka, tabel, dan gam- bar, yang tersusun mendukung alur pikir yang teratur.
- Karya tulis ilmiah harus mampu mengekspresikan asas-asas yang terkan- dung dalam hakikat ilmu dengan mengindahkan kaidah-kaidah kebahasaan.
- Karya tulis ilmiah terdiri dari serangkaian narasi (penceritaan), eksposisi (paparan), deskripsi (lukisan) dan argumentasi (alasan).
Karya ilmiah adalah suatu karya tulis yang membahas suatu permasalahan. Pembahasan dilakukan berdasarkan penyelidikan, pengamatan, pengumpulan data yang didapat dari suatu penelitian.
Karya tulis ilmiah harus memiliki gagasan ilmiah bahwa dalamtulisan tersebut harus memiliki permasalahan dan pemecahan masalah yangmenggunakan suatu alur pemikiran dalam pemecahan masalah. Alur pemikiran tersebut tertuang dalam metode penelitian. Metode penelitianilmiah pada hakikatnya merupakan operasionalisasi dari metode keilmuan. Dengan kata lain bahwa struktur berpikir yang melatarbelakangi langkah-langkah dalam penelitian ilmiah adalah metode keilmuan.
pengertian Karya Ilmiyah
Pengertian karya Tulis Ilmiyah
Karya tulis ilmiah adalah suatu tulisan yang membahas suatu permasalahan. Pembahasan itu dilakukan berdasarkan penyelidikan, pengamatan, pengumpulan data yang diperoleh melalui suatu penelitian. Karya tulis ilmiah melalui penelitian ini menggunakan metode ilmiah yang sistematis untuk memperoleh jawaban secara ilmiah terhadap permasalahan yang diteliti. Untuk memperjelas jawaban ilmiah berdasarkan penelitian, penulisan karya tulis ilmiah hanya dapat dilakukan sesudah timbul suatu masalah, yang kemudian dibahas melalui penelitian dan kesimpulan dari penelitian tersebut.
Dalam karya tulis ilmiah ciri-ciri keilmiahan dari suatu karya harus dapat dipertanggung jawabkan secara empiris dan objektif. Teknik penulisan ilmiah mempunyai dua aspek yakni gaya penulisan dalam membuat pernyataan ilmiah serta teknik notasi dalam menyebutkan sumber pengetahuan ilmiah yang digunakan dalam penulisan. Penulisan ilmiah harus menggunakan bahasa yang baik dan benar. Sebuah kalimat yang tidak bisa diindentifikasikan mana yang merupakan subjek dan predikat serta hubungan apa antara subjek dan predikat kemungkinan besar merupakan informasi yang tidak jelas. Penggunaan kata harus dilakukan secara tepat artinya kita harus memilih kata-kata yang sesuai dengan pesan apa yang harus disampaikannya.Karya tulis ilmiah sebagai sarana komunikasi ilmu pengetahuan yang berbentuk tulisan menggunakan sistematika yang dapat diterima oleh komunitas keilmuan melalui suatu sistematika penulisan yang disepakati.
Dalam penelitian yang digunakan sebagai bahan penulisan karya tulis penyusunan penelitian. Pernyataan ilmiah ini digunakan untuk bermacam-macam tujuan sesuai dengan bentuk argumentasi yang diajukan. Pernyataan tersebut dapat digunakan sebagai definisi dalam menjelaskan suatu konsep, atau dapat digunakan sebagai premis dalam pengambilan kesimpulan pada suatu argumentasi.
Pernyataan ilmiah yang harus kita gunakan dalam tulisan harus mencakup beberapa hal, yaitu :
- Harus dapat kita identifikasikan orang yang membuat pernyataan tersebut.
- Harus dapat kita identifikasikan media komunikasi ilmiah di mana pernyataan disampaikan apakah dalam makalah, buku, seminar, lokakarya dan sebagainya.
- Harus dapat diindentifikasikan lembaga yang menerbitkan publikasi ilmiah tersebut beserta tempat domisili dan waktu penerbitan itu dilakukan. Sekiranya publikasi ilmiah tersebut tidak diterbitkan maka harus disebutkan tempat, waktu dan lembaga yang melakukan kegiatan tersebut.
Cara kita mencantumkan ketiga hal tersebut dalam karya tulis ilmiah disebut teknik notasi ilmiah. Terdapat bermacam-macam teknik notasi ilmiah yang pada dasarnya mencerminkan hakikat dan unsur yang sama.
Sekilas Tabsis Pondok Gontor
Tabungan Siswa Plus !!!
Tabsis adalah kepanjangan dari Tabungan siswa. Setiap santri/siswa Pondok Modern Darussalam Gontor wajib memiliki tabungan ini. Sebelumnya, tabsis hanya diperuntukkan bagi siapa saja yang uangnya berlebih. Namun, seiring dengan pengalaman dan banyaknya uang yang hilang karena kelupaan atau hal lainya, para pengasuh Pondok Gontor berinisiatif untuk mewajibkan seluruh santrinya memiliki tabsis/ tabungan siswa.
Selain dari pada itu, untuk membiasakan para santri berhemat dan membayar uang SPP dan makan, setiap santri yang mendapatkan wesel pos akan langsung dipotong untuk pembayaran uang sekolah dan makan. Sisanya ditabung di tabsis. Beberapa boleh diambil sesuai kepentingan dan kebutuhan siswa/ santri.
Syarat-syarat umum:
- Tabungan Siswa Plus diperuntukkan bagi seluruh siswa Pondok Modern Darussalam Gontor.
- Bila terdapat perbedaan saldo antara buku tabungan dengan pembukuan Kantor administrasi, maka yang sah adalah pembukuan pada pembukuan Kantor administrasi
- Apabila buku tabungan hilang, maka nasabah harus segera melapor
- Penyalahgunaan buku tabungan akibat kelalaian atau kehilangan nasabah, adalah sepenuhnya menjadi tanggung jawab nasabah.
- Penutupan rekening hanya boleh dilakukan apabila nasabah keluar dari pondok
Penyetoran dan Penarikan
- Penyetoran perdana minimal Rp. 20.000. setoran selanjutnya minimal Rp 10.000
- Penyetoran boleh diwakilkan
- Penarikan dana tidak boleh diwakilkan, kecuali ada surat kuasa resmi dari kantor administrasi
- Pengambilan maksimal 3 kali dalam sebulan menurut kalender hijriyah
- Saldo minimal Rp 10.000
Biaya-Biaya administrasi
- Biaya pembukaan rekening tabungan Rp 10.000
- Biaya penggantian buku tabungan karena hilang Rp. 10.000
The Meaning of Islam
The Meaning of Islam
The word Islam is derived from Arabic root “SLM” which means, among other things, peace, purity, submission and obedience. In the religious sense the word Islam means submission to the will of God and obedience to his law. The connection between the original and the religious meanings of the word is strong and obvious. Only through submission to the will of God and by obedience to his law can one achieve true peace and enjoy lasting purity.
Same outsiders call our religion “mohammedanism” and address the believers in Islam as “mohammedans”. The muslims both reject and protest the use of these word. If our faith is classified as mohammedanism and if we are called mohammedans , there will be seriously wrong implications. This misnomer implies that the religion takes it’s name after a mortal being, namely, Muhammad and that Islam no more than another “ism” just like Judaism, Hinduism, Marxism, etc.
Another wrong implication of this misnomer is that outsiders might think of the muslims, whom they called muhammedans, as worshipped to Muhammad or as believers in him as the same way as Christians, for example, believe in Jesus. A further wrong implication is that the word muhammedanism may mislead the outsiders and make him think that the religion was founded by Muhammad and therefore takes its name after the founder. All tese implication are seriously wrong or at best misleading.
Islam is not just another “ism”. Nor do Muslims worship Muhammad or look upon him the same way as Christians, Jews, Hindus, Marxists, etc., look upon their respective leaders. The Muslims worship God alone. Muhammad was only a mortal being commissioned by God to teach the word of God and lead an exemplary life. He stands in history as the best model for man in piety and perfection. He is living proof of what man can be and of what he can accomplish in the realm of excellence and virtue. Moreover, the Muslims not believe that Islam was founded by Muhammad, although it was restored by him in the last stage of religious evolution. The original founder of Islam is no other but God Himself, and the date of the founding of Islam goes back to the age of Adam. Islam has existed in one form or another all along from the beginning will continue to exist till the end of time.
The true name of religion, then, is Islam and those who follow it are Muslims. Contrary to popular misconceptions, Islam or submission to the will of God, together with obedience to His law, does not mean in any way lost of individual freedom or surrender to fatalism. Anyone who thinks or believes so has certainly failed to understand the meaning of Islam and the concept of God in Islam. The concept of God is Islam describes him as the Most Merciful and Gracious, and the Most Loving and most concerned with the well-being of man, and as Full of Wisdom and care for His creatures. His Will, accordingly, is a will of benevolence and Goodness, and whatever Law He promised must be in the best interest of mankind.
When the civilized people abide by the laws of their countries, they are considered sound citizens and honest members of their respective societies. No responsible person would say that such people lost their freedom by their obedience to the law. No rational being would think or believe for a moment that such law-abiding people are fatalists and helpless. Similarly, the persons who submits to the Will of God, which is a good will, and obey the laws of God which is the best law, is sound and honest person. He is gaining protection of his right, showing genuine respect for the right of others, and enjoying a high degree of responsible, creative freedom. Submission to the good will of God, therefore, does not take him away or curtail individual freedom. On the contrary, it gives freedom of a high degree in abundant measure. It frees the mind from superstitions and fills it with truth. It frees the soul from sin and wrong and quickness it with goodness and purity. It frees the self from vanity and greed, from envy and tension, from fear and insecurity. It frees man from subjugation to false deities and low desires, and unfolds before him the beautiful horizons of goodness and excellence.
The word Islam is derived from Arabic root “SLM” which means, among other things, peace, purity, submission and obedience. In the religious sense the word Islam means submission to the will of God and obedience to his law. The connection between the original and the religious meanings of the word is strong and obvious. Only through submission to the will of God and by obedience to his law can one achieve true peace and enjoy lasting purity.
Same outsiders call our religion “mohammedanism” and address the believers in Islam as “mohammedans”. The muslims both reject and protest the use of these word. If our faith is classified as mohammedanism and if we are called mohammedans , there will be seriously wrong implications. This misnomer implies that the religion takes it’s name after a mortal being, namely, Muhammad and that Islam no more than another “ism” just like Judaism, Hinduism, Marxism, etc.
Another wrong implication of this misnomer is that outsiders might think of the muslims, whom they called muhammedans, as worshipped to Muhammad or as believers in him as the same way as Christians, for example, believe in Jesus. A further wrong implication is that the word muhammedanism may mislead the outsiders and make him think that the religion was founded by Muhammad and therefore takes its name after the founder. All tese implication are seriously wrong or at best misleading.
Islam is not just another “ism”. Nor do Muslims worship Muhammad or look upon him the same way as Christians, Jews, Hindus, Marxists, etc., look upon their respective leaders. The Muslims worship God alone. Muhammad was only a mortal being commissioned by God to teach the word of God and lead an exemplary life. He stands in history as the best model for man in piety and perfection. He is living proof of what man can be and of what he can accomplish in the realm of excellence and virtue. Moreover, the Muslims not believe that Islam was founded by Muhammad, although it was restored by him in the last stage of religious evolution. The original founder of Islam is no other but God Himself, and the date of the founding of Islam goes back to the age of Adam. Islam has existed in one form or another all along from the beginning will continue to exist till the end of time.
The true name of religion, then, is Islam and those who follow it are Muslims. Contrary to popular misconceptions, Islam or submission to the will of God, together with obedience to His law, does not mean in any way lost of individual freedom or surrender to fatalism. Anyone who thinks or believes so has certainly failed to understand the meaning of Islam and the concept of God in Islam. The concept of God is Islam describes him as the Most Merciful and Gracious, and the Most Loving and most concerned with the well-being of man, and as Full of Wisdom and care for His creatures. His Will, accordingly, is a will of benevolence and Goodness, and whatever Law He promised must be in the best interest of mankind.
When the civilized people abide by the laws of their countries, they are considered sound citizens and honest members of their respective societies. No responsible person would say that such people lost their freedom by their obedience to the law. No rational being would think or believe for a moment that such law-abiding people are fatalists and helpless. Similarly, the persons who submits to the Will of God, which is a good will, and obey the laws of God which is the best law, is sound and honest person. He is gaining protection of his right, showing genuine respect for the right of others, and enjoying a high degree of responsible, creative freedom. Submission to the good will of God, therefore, does not take him away or curtail individual freedom. On the contrary, it gives freedom of a high degree in abundant measure. It frees the mind from superstitions and fills it with truth. It frees the soul from sin and wrong and quickness it with goodness and purity. It frees the self from vanity and greed, from envy and tension, from fear and insecurity. It frees man from subjugation to false deities and low desires, and unfolds before him the beautiful horizons of goodness and excellence.
Download mp3 Senam Santri Klasik Valid
Alhamdulillah, akhirnya terupload juga file audio mp3 Senam Santri. Gak tau sih senam santri tahun berapa (sepertinya tahun 2006). Taunya cuma senam itu selalu digunakan di Pondok Modern Darussalam Gontor ketika hari selasa atau jum'at pagi. Dilombakan setiap tahunya antar rayon se-Darussalam. Cocok buat pemula yang ingin latihan gerakan senam.
Kelebihanya adalah mudah diingat. Alunan musiknya juga santai dan menghibur. Gerakan juga tidak terlalu susah. Biasanya digunakan untuk senam biasa atau lomba antar sekolah.
Nah, Kemarin temanku minta di uploadin biar bisa di download. Karena, disana gak ada senam, anak SD acaranya sebentar lagi. Ana suruh ke jawa, gak mungkin. Masa' cuma karena minta file senam santri aja harus buat passport (maklum, orang malaysia).
Bil khusus kepada temen ana Mustofa muadz, temen se kelas, dua kali lagi. silahkan di download ya... tapi videonya nunggu update ya...
Bagi yang berminat silahkan download juga tidak apa-apa. Coz niatnya untuk berbagi. jadi, semakin banyak di download lebih baik. Itulah motto orang yang suka berbagi.
Berikut lokasi Download file audio mp3 Senam santri:
Klik Disini untuk menuju lokasi file
Silahkan di comment ya... ^_^
Kelebihanya adalah mudah diingat. Alunan musiknya juga santai dan menghibur. Gerakan juga tidak terlalu susah. Biasanya digunakan untuk senam biasa atau lomba antar sekolah.
Nah, Kemarin temanku minta di uploadin biar bisa di download. Karena, disana gak ada senam, anak SD acaranya sebentar lagi. Ana suruh ke jawa, gak mungkin. Masa' cuma karena minta file senam santri aja harus buat passport (maklum, orang malaysia).
Bil khusus kepada temen ana Mustofa muadz, temen se kelas, dua kali lagi. silahkan di download ya... tapi videonya nunggu update ya...
Bagi yang berminat silahkan download juga tidak apa-apa. Coz niatnya untuk berbagi. jadi, semakin banyak di download lebih baik. Itulah motto orang yang suka berbagi.
Berikut lokasi Download file audio mp3 Senam santri:
Klik Disini untuk menuju lokasi file
Silahkan di comment ya... ^_^
Langganan:
Postingan (Atom)
Laporan Aktualisasi Latsar: Peningkatan Kemampuan Membaca Al-Qur'an Kelas V SDN 006 Penarikan
Laporan Aktualisasi: Peningkatan Kemampuan Membaca Al-Qur'an Kelas V SDN 006 Penarikan, Kecamatan Langgam, Kabupaten Pelalawan, Riau ...

-
Ijhad walataksal wala taku ghofilan fanadamatul 'uqba liman yatakasal Lirik yang bagus dan mendidik, dipadu musik yang nik dan ...
-
Inilah kajian tentang Teori dan Ayat Al-Qur'an tentang Organisasi dan Pengorganisasian. Disini kita dituntut untuk membahas satu persatu...
-
Lirik Nasyid Doa Anak Soleh Hormati Orang tuamu dengan cinta dan kasih Sayangilah selalu dengan sepenuh hati Jagalah ucapanmu jan...