Prinsip-Prinsip Pembangunan Masyarakat

Dalam hal pembangunan masyarakat, baik di kota maupun desa haruslah didasarkan pada prinsip-psinsip tertentu untuk menunjang keberhasilannya. Salah satu prinsip tersebut adalah prinsip pembangunan masyarakat Prof. H. D. Sujana dalam bukunya Pendidikan Nonformal.


Pembangunan Masyarakat diselenggarakan atas dasar prinsip-prinsip: keterpaduan, berkelanjutan, keserasian, kemampuan sendiri, dan kaderisasi. Prinsip keterpaduan mengandung arti bahwa program atau kegiatan pembangunan masyarakat disusun oleh, bersama, dalam dan untuk masyarakat atas dasar kebutuhan dan berbagai sumber yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan bersama dalam berbagai aspek kehidupan. Perencanaan program dapat ditempuh dengan menggabungkan perencanaan dari masyarakat (bottom-up planning) dengan perencanaan dari atas yaitu pemerintah (top-down planning) sehingga program pembangunan masyarakat dapat berintegrasi dengan program pembangunan nasional dan daerah. Pelaksanaan dan evaluasi program dilakukan oleh masyarakat dengan memperoleh bantuan dari pihak lain baik pemerintah, para ahli maupun lembaga-lembaga terkait.

Prinsip berkelanjutan memberi arah bahwa pembangunan masyarakat tidak dilakukan sekaligus melainkan diselenggarakan secara bertahap, terus-menerus menuju kea rah yang lebih baik. Program yang telah berhasil merupakan titik awal untuk program berikutnya sedangkan suatu program yang perlu diperbaiki dan dikembangkan menuntut adanya kegiatan berkelanjutan.

Prinsip kemampuan sendiri menegaskan bahwa program  pembangunan masyarakat disusun dan dilaksanakan dari kemampuan  yang dimiliki oleh masyarakat. Keikutsertaan pihak luar adalah untuk memberi dorongan dan bantuan sehingga masyarakat dapat mendayagunakan sumber-sumber yang  mereka miliki secara efisien dan efektif.

Prinsip kaderisasi bahwa pengelola dan kelanjutan program pembagunan masyarakat hanya akan terlaksana dengan baik dan berkelanjutan apabila dalam masyarakat tersebut telah disiapkan kader-kader yang berasal dari masyarakat yang memiliki sikap, pengetahuan, keterampilan dan aspirasi membnagun untuk memenuhi kepentingan bersama dan untuk mempersiapkan masa depan masyarakat yang lebih baik.[1]
Dengan berbekal empat kriteria diatas tadi, maka lengkap sudah prinsip pembangunan masyarakat. Hal lain yang perlu diperhatikan sekarang adalah bagaimana kualitas Sumber Daya Manusianya. Bilamana lengkap sudah, maka insyaallah pembangunan masyarakat akan berjalan baik dan berubah ke arah yang lebih baik.






[1] Sudjana, Pendidikan Nonformal (Bandung: Falah Production, 2004) h. 274-275



Review Buku Kepemimpinan Kiai dalam Memelihara Budaya Organisasi

Buku dengan judul, “Kepemimpinan Kiai dalam Memelihara Budaya Organisasi” mendeskripsikan tentang peran besar kyai dalam memelihara budaya organisasi. Buku ini didasarkan atas desertasi Dr. Hj. Mardiyah, M.Ag di UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. Kemudian diterbitkan oleh Aditya Media Publishing. Dicetak pertamakali pada bulan Maret 2012 di Kota Malang.


Menurut Prof. Dr. H. Imam Suprayogo, sebagai Rektor UIN Maulana Malik Ibrahim, beliau sangat mengapresiasi atas terbitnya buku ini. Deskripsi pokok-pokok dalam buku ini merupakan reproduksi dan sebuah penelitian disertasi yang serius.


Keseriusan ini dapat dilihat dari dua aspek, pertama, pemilihan yang cerdas atas lokasi penelitian dari berbagai pesantren yang variatif, yaitu Pondok Modern Gontor Ponorogo yang by design modern sejak berdirinya, Pondok Pesantren Lirboyo Kediri sebagai pesantren tradisional (salaf), dan Pesantren Tebuireng yang memadukan antara salaf dan modern.

Buku Kepemimpinan Kiai dalam Memelihara Budaya Organisasi ini memaparkan secara panjang lebar bagaimana seorang kyai memimpin pesantrenya dengan mengambil tiga tujuan utama dalam pembahasanya, yaitu: (1) Deskripsi tentang Bangunan budaya organisasi pada ketiga pondok pesantren diatas, (2) uraian tentang Kepemimpinan Kyai dalam Memelihara Budaya Organisasi, dan (3) perbandingan antara ketiga pondok guna menemukan bangunan budaya organisasi yang berkarakter, dan menemukan tipologi, peran dan sifat unik kepemimpinan dalam memelihara budaya organisasi.

Ada tiga kata yang menjadi kata kunci (keyword) dalam buku ini, yaitu: pimpinan, kyai dan budaya organisasi.


Pertama, pimpinan. Pemimpin adalah orang dengan misi utama yaitu melakukan perubahan. Perubahan adalah keniscayaan dan sebuah cara agar bisa survive pada masanya dan masa yang akan datang. Seluruh Rasul yang diutus Allah Swt memiliki misi yang sama yaitu untuk melakukan perubahan. Namun, melakukan perubahan bukanlah perkara mudah, seorang pimpinan haruslah memahami benar sisi psikologis, sosiologis, budaya dan bahkan politis. Karenanya, seorang pemimpin haruslah bersikap arif dan cerdas dalam menjalankan misinya.

Kedua, Kyai. Pimpinan atau pengasuh suatu pondok yang memiliki beberapa jenjang lembaga pendidikan disebut kyai. Dalam mengembangkan lembaganya, kyai tidak pernah menghilangkan bentuk aslinya (budayanya). Banyak orang menafsirkan bahwa pondok pesantren masih saja kolot dan statis (jumud), padahal pondok telah berkembang pesat dengan kepemimpinan kyai-nya. Berbagai perubahan dengan tetap menjaga budaya dilakukan secara terus-menerus menuju arah yang lebih baik. Mengutip dari slogan di pondok Modern Darussalam Gontor, ‘Even The Best can be Improved” yang artinya, “Bahkan yang terbaik-pun dapat diperbaiki”.

Ketiga, salah satu tugas berat kyai adalah mengubah budaya organisasi yang dipimpinya. Perubahan yang dimaksudkan adalah tingkat efisiensi dan efektifitas organisasi. Melakukan perubahan yang sedemikian itu tidaklah mudah. Perubahan hanya bisa dilakukan oleh pemimpin yang kaya pengetahuan, cerdas dan dengan visi yang tajam. Selain itu, haruslah juga mau berkorban untuk kemajuan organisasi yang dipimpinya, menggerakkan bawahanya sehingga suasana lebih aktif dan terjadi saling synergi sehingga perubahan tercapai. Namun, pemimpin yang demikian sangatlah minim.

Singkatnya, buku ini sangat menarik dan layak dibaca oleh siapa saja khususnya bagi para praktisi pendidikan agar dapat menjadi referensi dan menambah wawasan tentang kepemimpinan kyai dalam memelihara budaya organisasi. Hal plus lainya adalah bahasan yang mendalam tentang tiga pesantren diatas, mulai dari sejarah berdirinya, Nilai-nilai pesantren sebagai dasar prilaku penghuninya, Tradisi Keilmuan, Tradisi pengelolaan lembaga hingga alur kebijakan pimpinan.

Sebagai buku, pastilah juga memiliki kekurangan. Diataranya adalah jumlah halaman yang tebal (540 Halaman) yang harusnya bisa lebih ringkas dan juga kaedah penulisanya yang masih mengikuti gaya desertasi lengkap dengan latar belakang, tujuan penelitian, kegunaan, kejian sebelumnya hingga sistematika penulisan.

Penulis secara pribadi sangat merekomendasikan buku ini. Selain mengetahui tentang bagaimana seorang kyai memimpin pondoknya, akan menambah wawasan kita tentang hal ihwal pondok yang tidak semua orang tau. Untuk mahasiswa fakultas pendidikan, sepertinya buku ini wajib dibaca guna meningkatkan wawasan keilmuan yang akan dipraktekkan pada masa mendatang.

Laporan Aktualisasi Latsar: Peningkatan Kemampuan Membaca Al-Qur'an Kelas V SDN 006 Penarikan

Laporan Aktualisasi: Peningkatan Kemampuan Membaca Al-Qur'an Kelas V SDN 006 Penarikan, Kecamatan Langgam, Kabupaten Pelalawan, Riau ...